PERGESERAN DELIK FORMIL KE DELIK MATERIL TENTANG PERBUATAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN DAERAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 25/PUU-XIV/2016
Abstract
Bahwa Salah satu masalah penting yang sering muncul dan diperdebatkan dalam penyelesaian kasus Tindak Pidana Korupsi adalah frasa ’’dapat’’ merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian direvisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Demikian pula sering dipersoalkan masalah yang terkait dengan ’’Kerugian Keuangan Negara bahwa pencantuman kata dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Uundang-Undang Tindak Pidana Korupsi membuat delik dalam kedua pasal tersebut menjadi delik formil, dalam praktik seringkali disalah gunakan untuk menjangkau banyak perbuatan yang diduga merugikan keuangan Negara, termasuk terhadap kebijakan atau keputusan Diskresi atau pelaksanaan asas Freies Ermessen yang diambil bersifat mendesak dan belum ditemukan landasan hukumnya, sehingga seringkali terjadi kriminalisasi dengan dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang. Demikian juga terhadap kebijakan yang terkait dengan bisnis namun dipandang dapat merugikan keuangan Negara maka dengan pemahaman kedua pasal tersebut sebagai delik formil seringkali dikenakan tindak pidana korupsi. Kondisi tersebut tentu dapat menyebabkan pejabat publik takut mengambil suatu kebijakan atau khawatir kebijakan yang diambil akan dikenakan tindak pidana korupsi, sehingga diantaranya akan berdampak pada stagnasi proses penyelenggara Negara, rendahnya penyerapan anggaran dan terganggunya pertumbuhan investasi, kriminalisasi kebijakan terjadi karena terdapat perbedaan pemaknaan kata dalam unsur merugikan keuangan Negara dalam tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum, sehingga seringkali menimbulkan persoalan mulai dari perhitungan jumlah kerugian Negara yang sesungguhnya sampai kepada lembaga manakah yang berwenang menghitung kerugian Negara, oleh karena dipraktikkan secara berbeda-beda kata “Dapat” dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi menimbulkan ketidak pastian hukum dan telah secara nyata bertentangan dengan jaminan bahwa setiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28G ayat 1 UUD Tahun 1945, selain itu kata “Dapat” dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juga bertentangan dengan prinsip perumusan tindak pidana yang harus memenuhi prinsip hukum harus tertulis Lex Scripta, harus ditafsirkan seperti yang dibaca Lex Stricta, dan tidak multitafsir Lex Certa, oleh karenanya bertentangan dengan prinsip Negara hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945.
Kata kunci: Pergeseran delik formil, delik materil, kerugian keuangan negaraFull Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.35796/les.v6i1.19174
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.