PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PELAPOR TINDAK PIDANA (WHISTLEBLOWER) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
Abstract
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan kepustakaan atau dapat disebut juga data sekunder (bahan kepustakaan). Data sekunder meliputi bahan hukum primer yaitu UUD 1945 dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Whistleblower, HAM dan Tindak Pidana Korupsi; bahan hukum sekunder diambil dari literatur, hasil-hasil penelitian, makalah-makalah dalam seminar, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi bagi pelapor (Whistleblower) dalam tindak pidana korupsi; dan bahan hukum tersier diambil dari kamus-kamus, ensiklopedia, dsb. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlindungan terhadap whistleblower masih lemah akan tetapi Indonesia masih memiliki cara untuk menciptakan perlindungan whistleblower yang komprehensif. Tidak seperti banyak tetangga di Timur Laut Indonesia, banyak negara di Asia Tenggara tidak memiliki birokrasi yang kuat yang mengawasi korupsi dan hubungan klientelist antara badan-badan independen dan tokoh politik. Indonesia memiliki demokrasi yang mapan dan masyarakat sipil yang sangat aktif yang telah menunjukkan dukungan luas dari lembaga-lembaga yang dimaksudkan untuk melindungi whistleblower dan memerangi korupsi seperti LPSK dan KPK. Perlunya Peningkatan Perlindungan Saksi dan Kekebalan Pelapor. Salah satu kesenjangan paling signifikan antara UNCAC dan hukum domestik Indonesia adalah perlindungan terhadap saksi dan pelapor.
Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Whistleblower, Tindak Pidana, KorupsiFull Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.35796/les.v8i3.29503
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.