PERPISAHAN HIDUP PERKAWINAN MENURUT KITAB HUKUM KANONIK (KHK) KANON 1151-1155 DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SISTEM PERUNDANGAN INDONESIA

Alfian Hadyanto Purnadi

Abstract


Makna perpisahan hidup perkawinan ada berbagai macam tergantung dari sudut pandang mana kita melihat perpisahan perkawinan itu. Jika dari segi hukum sipil, maka kita harus melihat pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dari segi hukum religius, maka kita melihat telah beberapa agama mayoritas di negara ini; pertama dari agama islam melihat bahwa perpisahan hidup perkawinan itu diselesaikan melalui jalur talak  dari seorang suami atau untuk agama Hindu, tidak mengakui adanya perpisahan hidup perkawinan karena jika demikian maka akan sangat bertentangan dengan ajaran agama hindu tentang kehidupan setelah kematian. Untuk agama Budha, perpisahan itu seharusnya tidak terjadi, namun jikalau pun itu terjadi haruslah di hadapan dewan Pandita Agama Buhda Indonesia. Sedangkan Agama Katolik menjelaskan bahwa makna perpisahan hidup perkawinan yang sesungguhnya perpisahan dengan tetap adanya ikatan nikah antara seorang pria dan seorang wanita. Konsep perpisahan hidup perkawinan Katolik jika dilihat dalam keseluruhan Hukum Kanonik maka akan ditemukan dua hal pokok, yakni perpisahan hidup perkawinan yang sempurna ini dikenal dengan sebutan pembatalan nikah atau anulasi perkawinan; bahwa pernikahan tidak pernah terjadi antara seorang pria dan wanita karena alasan-alasan juridis dalam kanon 1141-1150, dan perpisahan hidup yang tidak sempurna dikenal dengan sebutan pisah meja makan, pisah ranjang dan pisah tempat tinggal dengan alasan yuridis sebagaimana diatur dalam Kanon 1151-1155. Perpisahan hidup perkawinan menurut kanon 1151-1155 adalah perpisahan yang terjadi antara sepasang suami-istri dengan tetap adanya ikatan perkawinan di antara kedua pasangan ini. Hal ini diatur dalam kanon dengan penjelasan bahwa: kedua pasangan memiliki Kewajiban untuk Memelihara Hidup Perkawinan (Kanon 1151), Perpisahan bisa terjadi Karena Perbuatan Zinah (Kanon 1152), Perpisahan bisa terjadi Karena Bahaya dan Keadaan Tak Tertahankan (Kanon 1153), Prosedur Perpisahan Hidup Perkawinan harus mengikuti prosedur yang ditentukan dalam Kanon 1153 dan Kanon 1692-1696, perpisahan hidup perkawinan dengan tetap memperhatikan Pengasuhan anak (Kanon 1154),dan perpisahan hidup perkawinan dengan tetap adanya upaya untuk Memulihkan Hidup Bersama perkawinan (Kanon 1155).

Kata kunci: Perkawinan, Hukum Kanonik

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.35796/les.v2i3.4659

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.