PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA

Sherlin Dorondos

Abstract


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkawinan anak di bawah umur dipandang dari sistem hukum  Indonesia dan bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan terhadap perkawinan anak di bawah umur.  Metode penelitian yang digunakan dalam penelituian ini adalah mentode penelitian hukum normatif dan dapat disimpulkan, bahwa: 1. Hukum Adat tidak mengenal batas umur belum dewasa dan dewasa. Dalam hukum adat  tidak melarang perkawinan yang dilakukan di bawah umur untuk  daerah tertentu dan ada pula sebagian daerah yang melarang adanya perkawinan di bawah umur karena mereka belum dianggap pantas untuk berumah tangga. Hukum Islam, dalam hal ini Al Qur`an dan hadits memang tidak ada menyebutkan secara spesifik tentang usia minimum untuk menikah. Persyaratan umum yang lazim dikenal adalah sudah baligh, berakal sehat, mampu membedakan yang baik dengan yang buruk sehingga dapat memberikan persetujuannya untuk menikah. Pasal 16 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa : Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan ketentuan mengenai batas umur minimal dalam Pasal 7 ayat (1) yang mengatakan bahwa : Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. 2. Hukum yang diberlakukan jika ada anak yang mengalami masalah dikarenakan menikah di bawah umur. Selain itu juga dari sudut norma kesusilaan akibat hukumnya, banyak orang yang akan mencela karena melakukan perkawinan di bawah umur. Dalam Kompilasi Hukum Islam, perkawinan bisa dibatalkan bila melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan pada Pasal 7 Undang-Undang Perkawinan.

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.35796/les.v2i4.4670

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.