KESAKSIAN SAKSI MELALUI TELECONFERENCE DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN

Swindy A. J. Tintingon

Abstract


Didalam Proses beracara di pengadilan kita mengenal bahwa adanya sistem pembuktian yang telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Selanjutnya pengaturan mengenai keterangan saksi ini diatur didalam Pasal 185 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi, “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan dalam persidangan”. Didalam perkembangannya pada praktik diperadilan banyak hal-hal baru yang dijadikan alat bukti, salah satunya pembuktian melalui video teleconference. Metode Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode “Yuridis Normatif” yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan atau data-data dari tulisan-tulisan hukum dan literatur hukum. Hasil Penelitian menunjukkan tentang bagaimana keabsahan dari pembuktian secara Teleconference dalam suatu persidangan tindak pidana serta bagaimana Pembuktian teleconference terhadap suatu Proses Persidangan Ditinjau dari Perspektif hukum progresif. Pertama, Pembuktian secara teleconference adalah suatu terobosan baru didalam proses pembuktian di persidangan, memang belum ada peraturan tertulis secara langsung yang mengatur mengenai teleconference. Dalam suatu proses beracara dalam hukum pidana mulai dari penyidikan, penuntutan sampai dengan proses peradilan, pembuktian di persidangan adalah hal yang paling penting. Proses Pembuktian ini dilakukan oleh penuntut umum untuk menjerat terdakwa terhadap pasal yang penuntut umum cantumkan didalam dakwaannya.Kedua, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP hanya mengatur alat bukti dalam Pasal 184 Undang-Undang diatas. Namun dalam Praktek Beracara di Peradilan sering terjadi perluasan terhadap pengertian alat bukti tersebut.Didalam prakteknya pembuktian secara teleconference biasanya dipergunakan dalam hal pemberian keterangan saksi.Pembutian secara teleconference pada dasarnya haruslah mendapat persetujuan dari hakim dan saksi yang memberikan keterangan. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa didalam Suatu Proses Persidangan Tindak Pidana, Proses Pembuktian adalah bagian yang paling penting, sehingga didalam proses pembuktian ini Jaksa Penuntut Umum sebagai wakil Negara didalam persidangan harus teliti untuk mendapatkan kebenaran yang sebenar-benarnya terhadap suatu tindak pidana. Namun, ada beberapa Peraturan Perundangan-Undangan yang secara eksplisit telah menggambarkan keberadaan teleconference didalam persidangan. Selain itu, telah ada beberapa Putusan Pengadilan yang mengatur mengenai teleconference yaitu Putusan Nomor 224 /Pid.B/2003/PN.DPS tertanggal 2 Oktober 2003. Oleh karena itu, penggunaan teleconference didalam Proses Persidangan adalah sah dengan syarat hakim berkeyakinan terhadap pembuktian tersebut.Jika ditinjau dari Perspektif Hukum progresif yang mengutamakan keadilan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, maka penggunaan teleconference didalam persidangan adalah suatu yang sah, sepanjang guna menegakkan hukum dan keadilan yang restoratif bukan keadilan prosedural semata.

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.35796/les.v2i8.6185

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.