TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERAN SYAHBANDAR DALAM KEGIATAN PELAYARAN ANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

Tenda Bisma Bayuputra

Abstract


Indonesia memiliki luas laut sebesar 3.257.483km2 atau 2/3 dari keseluruhan wilayah Indonesia. Wilayah tersebut menyebabkan transpotasi laut (kapal) menjadi salah satu transportasi utama pada era globalisasi ini. Sesuai dengan Pasal 219 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008,Untuk melakukankegiatan pelayaran setiap angkutan laut (kapal) memerlukan Surat Persetujuan Berlayar/Berlabuh (SPB) yang di keluarkan oleh syahbandar agar dapat berlayar ataupun berlabuh. Syahbandar memerlukan data yang diperoleh dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) yang merupakan badan khusus untuk melakukan pengawasan terhadap angkutan laut (kapal) dalam kontruksi dan kelengkapan kapal agar syahbandar dapat mengeluarkan surat-surat atau dokumen-dokumen yang akan digunakan angkutan laut untuk melakukan pelayaran. Sekalipun telah ada peraturan yang mengatur tentang peran seorang syahbandar, tidak jarang juga kita temui beberapa kecelakaan transportasi laut yang disebabkan oleh kelalaian seorang syahbandar dalam menjalankan tugas kesyahbandarannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara spesifik peran seorang syahbandar dalam pelaksanaan kegiatan pelayaran angkutan laut di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 dan untuk mengetahui hubungan antara Syahbandar dengan Biro Klasifikasi Indonesia dalam pengawasan pelayaran di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini ialah metode kepustakaan atau library research. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa syahbandar merupakan kepala sekaligus pejabat pemerintah di pelabuhan yang memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap angkutan laut di Indonesia. Syahbandar berperan penting dalam sistem kepelabuhanan baik dalam pelayaran, penegakan hukum, maupun mengkoordinasi keseluruhan kegiatan yang berlangsung dalam pelabuhan. Syahbandar ditunjuk dan diangkat langsung oleh Menteri perhubungan sesuai Pasal 207 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008. Tanggung jawab atas keselamatan dan kemanan kapal merupakan tanggung jawab dari syahbandar dengan nahkoda kapal. Keselamatan serta kemanan kapal berukuran 35 GT keatas merupakan tanggung jawab dari nahkoda ataupun perusahaan pemilik kapal, dikarenakan nahkoda kapal dapat menolak persetujuan berlayar apabila isi dari surat tidak sesuai dengan keadaan kapal. Orang yang dengan sengaja memalsukan dokumen pelayaran dapat dikenakan Pasal 452 KUHP dengan pidana kurungan penjara paling lama delapan tahun. Syahbandar dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap setiap kapal yang berlayar di perairan Indonesia tidak lepas dari kerjasama dengan Biro Klasifikasi Indonesia. Dalam melakukan pengawasan, syahbandar mengambil alih dalam pemeriksaan dokumen serta surat kapal (Manifest). Pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan Biro Klasifikasi Indonesia meliputi pemeriksaan konstruksi kapal, lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik serta keseluruhan perlengkapan yang dipakai dalam pengoperasian kapal. Hasil uji klas dari Biro Klasifikasi Indonesia juga menjadi acuan perusahaan asuransi untuk memberikan asurasi kapal.

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.35796/les.v3i3.7905

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.