KAJIAN TERHADAP KEDUDUKAN KREDITUR SELAKU PENERIMA JAMINAN FIDUSIA AKIBAT DEBITUR PAILIT
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana eksekusi Jaminan Fidusia dalam Praktek dalam hal Debitur pailit dan apakah Kreditur Separatis selaku Penerima Jaminan Fidusia tetap memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya dalam pemberesan harta pailit Debitur apabila ternyata obyek Jaminan Fidusia sudah tidak ada lagi pada Debitur Pailit di mana dengan metodfe penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Berdasarkan hal tersebut apabila Debitur wanprestasi atau cidera janji atau Pailit, maka eksekusi yang diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Eksekusi Jaminan Fidusia yang diatur dalam Bab V Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, berdasarkan bunyi Pasal 29 UUF tersebut, yaitu “ Dalam hal debitur pemberi fidusia yang telah mempunyai / memegang sertipikat fidusia dapat atau berhak untuk menjual obyek jaminan fidusia dengan cara : a. Eksekusi jaminan fidusia berdasarkan titel eksekutorial sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 (2) oleh Penerima Fidusia, yaitu dengan mohon eksekusi sertipikat jaminan fidusia kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang, b. Penjualan atas kekuasaan Penerima Fidusia berdasarkan Parate Eksekusi, c.Penjualan dibawah tangan obyek jaminan fidusia berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia. 2. Dalam Pasal 56 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan menyebutkan bahwa hak eksekusi kreditur separatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Ayat (1) Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan menyebutkan bahwa hak eksekusi kreditur separatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 Ayat (1) Undang-undang Kepailitan ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Lebih jauh lagi masa penangguhan tersebut tidak pasti karena berdasarkan Pasal 59 Undang-undang Kepailitan kreditur penerima hak jaminan harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi. Apabila rapat verifikasi berlarut-larut dan masa insolvensi menjadi tertunda melebihi jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan pailit diucapkan, maka hak kreditur separatis untuk bisa mulai melaksanakan eksekusinya menjadi ikut tertunda. Hal ini menimbulkan resiko bagi kreditur penerima jaminan fidusia mengingat barang yang dijaminkan berupa barang bergerak sudah tidak ada lagi pada debitur (penurunan nilai asset). Dalam proses kepailitan di Pengadilan Niaga, dalam hal obyek jaminan fidusia tidak ada lagi maka kreditur penerima jaminan fidusia tidak memiliki hak untuk didahulukan dari kreditur lainnya, sehingga untuk mengajukan tagihannya dalam kedudukannya sebagai kreditur konkuren.
Kata kunci: fidusia; pailitFull Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.