PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TERHADAP HARTA WARISAN DAN KAITANNYA DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU–VIII/2010 TENTANG MASALAH ANAK LUAR KAWIN
Abstract
Adanya perkawinan, maka timbullah bermacam-macam hubungan hukum yang berisi kewajiban dan hak antara suami dan isteri. Undang-Undang perkawinan nasional mendudukkan suami istri dalam kewajiban memikul tanggung jawab dalam rumah tangga secara sejajar, artinya baik suami maupun istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam menegakkan rumah tangganya. Perjanjian perkawinan tersebut perlu dilakukan sebelum perkawinan itu dilaksanakan. Oleh karena dengan adanya perjanjian perkawinan, segala persoalan terutama sehubungan dengan harta benda perkawinan, baik harta bersama maupun harta bawaan dapat diantisipasi sedini mungkin. Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang melatarbelakangi permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana bentuk perjanjian perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, serta bagaimana bentuk perjanjian perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 terhadap harta warisan dan kaitannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU–VIII/2010 tentang masalah anak luar kawin. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hukum kepustakaan yakni dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang dinamakan penelitian hukum normatif”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan perjanjian perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan diatur pada Bab V dengan judul Perjanjian Perkawinan. Perjanjian perkawinan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 diatur di dalam Pasal 29 dan Pasal 35. Perjanjian perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan pada asasnya tidak dapat diubah kecuali jika kedua belah pihak bersepakat untuk mengubah dengan catatan tidak boleh merugikan pihak ketiga, sedangkan menurut KUHPerdata perjanjian perkawinan tidak dapat diubah selama perkawinan berlangsung, karena hal ini untuk menjaga keutuhan bentuk dan macam harta kekayaan selama perkawinan yang tidak boleh berubah atau diubah meski disepakati oleh kedua belah pihak. Perjanjian perkawinan dalam kaitannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang anak luar kawin sebenarnya tidak ada hubungan secara langsung terhadap perjanjiannya, akan tetapi kaitannya dengan perkawinan karena perkawinan mempunyai akibat hukum yaitu hak dan kewajiban suami istri, adanya anak baik itu anak sah dan anak luar kawin, serta akibat hukum lainnya yaitu tentang harta benda perkawinan dan harta warisan. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Perjanjian perkawinan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 diatur didalam Pasal 29 dan Pasal 35 yang mengatakan bahwa pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Perjanjian perkawinan masih dapat diubah selama perkawinan asalkan hal tersebut diatur dalam perjanjian perkawinan itu dan tidak merugikan pihak ketiga. Perjanjian perkawinan tidak boleh melanggar batas hukum, agama dan kesusilaan. Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.