Persepsi dan Preferensi Masyarakat dalam Kegiatan Pertanian Perkotaan (Urban Farming) Di Kota Manado
DOI:
https://doi.org/10.35793/sabua.v11i1.41231Abstract
Abstrak
Jumlah penduduk terus bertambah, menyebabkan peningkatan kebutuhan bangunan dan menyebabkan sulitnya penyediaan RTH, terutama pada skala kecamatan. Salah satu solusi penghijauan dan penyediaan RTH pada lokasi padat ialah dengan partisipasi masyarakat untuk menghijaukan lahan pribadi dengan cara urban farming. Sebelum itu, perlu diteliti pemahaman masyarakat tentang urban farming untuk penghijauan. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lokasi yang berpotensi serta bagaimana persepsi dan preferensi masyarakat terkait urban farming. Penelitian menggunakan metode deskriptif dari data yang diperoleh melalui observasi langsung dan kuesioner. Adapun penelitian ini difokuskan pada kecamatan padat yakni Kecamatan Sario, Wenang, dan Singkil, lokasi potensial untuk pelaksanaan urban farming antara lain lahan terbengkalai di kecamatan (54 titik lahan terbengkalai), area revitalisasi sungai, ruang vertikal, halaman rumah ataupun pada lahan di bangunan komersil dan perkantoran. Berdasarkan analisa, 85% responden memberikan respon positif mengenai urban farming, dan dari preferensi masyarakat, urban farming pada lahan privat dapat dilakukan dengan metode konvensional dan vertikal, ditujukan untuk penyediaan RTH privat, estetika lingkungan, dan ketahanan pangan, sedangkan untuk di lahan bersama atau lahan terbengkalai ditujukan untuk pembuatan taman komunal dengan fungsi pemenuhan RTH dan penghijauan, ketahanan pangan dan ekonomi. Urban farming juga dapat dilakukan di atap bangunan terutama bagi bangunan komersil.
Â
Kata kunci: Pertanian Perkotaan; Ruang Terbuka Hijau; Penghijauan Kawasan Padat; Partisipasi Masyarakat.
Abstract
 The number of opulation continues to grow, causing an increase in the need for buildings and making it difficult to provide green open space, especially at the sub-district scale. Therefore, one of the solution for reforestation in crowded locations is by involving community participation to utilize their own private with urban farming. So, it is necessary to do research about the community's understanding of urban farming for reforestation purposes. This study uses a descriptive method based on the data obtained through direct observation regarding urban farming. This research is focused on densely populated sub-districts namely Sario, Wenang, and Singkil District, potential locations for urban farming are abandoned lands in each sub-district (54 points location), river revitalization areas, vertical space and private land and commercial buildings. Based on the analysis, 85% of respondents gave a positive response about urban farming, and from their preferences, urban farming on private land can be carried out using conventional and vertical methods, aimed for of private green open space, and food security, while urban farming on shared land is intended for the function of fulfilling green open space, reforestation, as well as resilience food and economy. Urban farming can also be done on the rooftop, especially for commercial buildings
Â
Keyword: Urban Farming, Green Opesn Space, Reforestation Dense Areas, Community Participation.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License