AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN
Abstract
Sistem Hukum Jaminan di Indonesia mengenal pembedaan antara jaminan kebendaan yang dibedakan lagi atas benda-benda bergerak dan benda-benda tidak bergerak (benda tetap), dan mempunyai kaitan penting dalam pembebanannya. Jaminan fidusia yang lahir dari yurisprudensi sebagai kendala dalam pengembangan bisnis berkenaan dengan pendanaan, kemudian diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang salah satu substansi hukumnya mengatur kewajiban pendaftaran jaminan fidusia dalam rangka dicapainya sertifikat jaminan fidusia yang mempunyai hak eksekutorial sama dengan putusan pengadilan serta terhadap debitor yang cedera janji  (wanprestasi) dapat dilakukan parate executie. Hak menjual sendiri objek jaminan (parate executie) yang diatur dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 hanya dapat dilakukan apabila ditempuh prosedur pendaftaran jaminan fidusia, sedangkan jika tidak didaftarkan, harus ditempuh penyelesaian atas wanprestasi melalui putusan pengadilan dengan antara lainnya menyatakan sita jaminan maupun sita eksekusi atas objek jaminan. Usaha leasing maupun pembiayaan konsumen sebagai benda-benda bergerak, dalam penjaminannya berlangsung berdasarkan perjanjian atau kontrak, tanpa didahului dengan proses pendaftarannya. Hal tersebut mengakibatkan, parate executie tidak dapat dilakukan apabila timbul wanprestasi, melainkan harus diputuskan di pengadilan dengan antara lainnya menetapkan sita jaminan (conservatoir beslag) maupun sita eksekusi (executorial beslag).
Kata kunci: Akibat hokum, pembebanan jaminan fidusia, tidak didaftarkan