PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN PEREMPUAN
Authors
Glenn Ch. Palembang
Abstract
Perdagangan orang merupakan suatu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia dan sangat bertentangan dengan nilai -nilai kemanusiaan serta nilai keadilan tetapi saat ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan dan perempuan serta anak adalah kelompok yang rentan menjadi korban perdagangan orang. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menginventarisasi dan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan perlindungan hukum terhadap korban perdagangan (trafficking) perempuan saat ini.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi KonvensiPenghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, pengaturan mengenai perdagangan perempuan terdapat dalam Pasal 6.Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.Dalam Konsideran huruf b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, perdagangan orang lebih dikhususkan kepada perempuan dan anak. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak AsasiManusiadilihat dari Pasal 9.Kelemahan dan Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perdagangan (Trafficking) Perempuandi Indonesia, ada 2 aturan yang saling tumpang tindih, yaitu antara Undang-Undang Nomor 26Â Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Korban perdagangan orangkhususnya perdagangan perempuan secara nasional terdapat dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dibuatnya undang-undang ini merupakan suatu bentuk kemajuan yang berarti karena sebelumnya belum ada undang-undang yang mengatur secara lengkap dan spesifik sebagai upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang termasuk didalamnya diatur mengenai perdagangan perempuan. Mensinkronkan peraturan yang ada supaya tidak terjadi tumpang tindih aturan, sehingga diharapkan pembuat peraturan perundang-undangan tidak hanya fokus pada satu permasalahan saja pada saat membuat peraturan perundang-undangan, tetapi juga memperhatikan peraturan perundang-undangan lain yang sudah ada sebelumnya dan permasalahan-permasalahan lain yang terkait yang dapat dijadikan referensi. Selain itu diharapkan adanya tindak lanjut dalam menyikapi segala aturan dan rencana atau kegiatan yang telah diprogramkan, sehingga tidakhanya menjadi sebuah kata-kata atau aturan saja