PEMBUKTIAN TERBALIK ATAS HARTA KEKAYAAN SESEORANG TERSANGKA KORUPSI
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian untuk mengetahui apakah alasan yuridis penerapan pembalikan beban pembuktian berdasarkan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi dan bagaimanakah implementasi pembalikan beban pembuktian dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa 1. Tindak Pidana Korupsi yang dapat dikenakan dalam pasal-pasal KUHP dirasakan kurang bahkan tidak efektif menghadapi gejala-gejala korupsi saat itu. Dasar hukum munculnya peraturan di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah Pasal 103 KUHP. Ketentuan khusus mengenai pembuktian dalam hukum pidana formil korupsi yang dirumuskan dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang- Undang No. 29 Tahun 2001 merupakan perkecualian dari hukum pembuktian yang ada dalam KUHAP. 2. Kelebihan pada sistem pembuktian terbalik ini sebagai konsekuensinya kepada terdakwa juga diberikan hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, sehingga dengan demikian akan tercipta suatu keseimbangan atas pelanggaran praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan menyalahkan diri sendiri (nonself incrimination) dengan perlindungan hukum yang wajib diberikan pada setiap orang.
Kata kunci: koruosi, pembuktian terbalik