TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA OLEH PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utuk mengetahui bagaimana penetapan tersangka terhadap tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan bagaimana perlindungan hak asasi tersangka selama dalam proses hukum menurut peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang dimaksud dengan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Bahwa penjelasan pasal 44 Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam hal penyelidik melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, seseorang sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka dan dilanjutkan pada tingkat penyidikan. Hal tersebut selaras dengan bunyi pasal 1 angka 14 KUHAP, bahwa Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 2. Tersangka mempunyai hak-hak sejak ia mulai diperiksa. Pasal 52 KUHAP : “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.†Dalam penjelasan pasal itu, jelas yang dimaksud yaitu tersangka tidak boleh dipaksa atau ditekan. Secara garis besar hak-hak tersebut tergambar dalam prinsip azas praduga tak bersalah. Sebagai jaminan ditegakkan asas praduga tak bersalah dalam KUHAP, maka KUHAP telah memberikan jaminan yang tegas mengatur tentang hak-hak tersangka.
Kata kunci: Penetapan tersangka,penyidik, korupsi