TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGHINAAN KHUSUS DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN
Abstract
Setelah Perang Dunia II, semua KUHP Negara-negara di dunia sudah ketinggalan zaman. Sesudah itu kemajuan teknologi bertambah pesat, sehingga timbul jenis kejahatan baru dengan modus operandi baru. KUHP Indonesia yang masih ciptaan Pemerintah Kolonial Belanda yang berlaku mulai 1 Januari 1918 setelah diundangkan Nomor 1 Tahun 1946 perubahannya sedikit sekali. Delik-delik baru yang muncul dari teknologi baru belum sepenuhnya masuk dalam KUHP. Bahkan ancaman pidananya yang berupa denda sudah terlalu jauh dimakan inflasi. Pembuat undang-undang sangat lalai dalam hal ini. Pidana denda sudah menjadi primadona pemidanaan di Negara maju, sedangkan Indonesia masih saja sangat mengandalkan pidana penjara, yang berdasarkan penelitian sesudah Perang Dunia II sama sekali tidak mengurangi kejahatan. Artinya, pidana penjara tidak membuat jera dan juga tidak mendidik pelaku sehingga menjadi lebih berguna bagi masyarakat. Pidana penjara singkat (enam bulan ke bawah) sangat tidak efektif. Terlalu singkat untuk perbaikan dan terlalu lama untuk pembusukkan (too short for rehabilitation and too long for corruption).
Beberapa Negara sudah mengganti pidana penjara singkat dengan jenis pidana baru, seperti denda harian (day fine) yang sudah dianut di Negara-negara Skandinavia, Jerman, Austria, dan Portugal. Artinyan supaya efektif pidana denda itu, denda yang harus dibayar sesuai dengan pendapatan pelanggar per hari. Jadi, semakin kaya orang semakin besar jumlah denda yang harus dibayar dalam delik yang sama.
Sulit memang menerapkan sistem denda ini di Indonesia karena tidak ada catatan pendapatan semua orang di jawatan pajak. Banyak pengangguran di samping adanya anggapan bahwa pidana itu harus menderitakan penjahat, sehingga perlu pidana penjara bahkan yang lama, kalau perlu pidana mati.
Selain itu kapasitas penjara Indonesia sudah sangat tidak mampu menampung semua nara pidana dan tahanan. Lapangan olah raga sudah ditutup dengan tenda plastik dan diisi ratusan nara pidana. Untuk mengatasi masalah ini perlu dipertimbangkan agar pidana penjara singkat semua diganti dengan denda, pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Akan tetapi sampai saat kebutuhan hadirnya KUHP modern belum terealisasi. Lain halnya di negara lain, hampir setiap tahun mengadakan revisi KUHP untuk mengejar ketinggalan dari kemajuan teknologi. Sekarang ini sudah berkembang di dunia sistem pemidanaan berupa restorative justice, dengan perdamaian antara korban dan pembuat disertai dengan ganti kerugian, penuntutan tidak diteruskan.
Pemahaman isi KUHP baik yang berupa asas-asas hukum pidana maupun rumusan deliknya dengan interpretasi berdasarkan sejarah pembuatannya, interpretasi sosiologis yang paling sesuai dengan hukum adat Indonesia, interpretasi futuristik (antisipasi) dengan jaksa dan hakim yang memakai hati nurani, maka KUHP yang sudah ketinggalan zaman itu dapat dipakai.
Satu hal yang tidak dapat dihindari ialah adanya globalisasi bukan saja di bidang ekonomi dan budaya, tetapi juga hukum. Hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua orang yang ada di Indonesia termasuk orang asing (kecuali diplomat). Banyak undang-undang berisi pidana sudah menentukan bahwa korporasi adalah subjek delik. Harus disadari bahwa ratusan korporasi asing bergerak di Indonesia. Mereka juga berkepentingan adanya hukum pidana modern di Indonesia. Tentu menjadi perhatian dunia bukan saja penegak hukum tetapi juga undang-undangnya sendiri, sistem peradilam pidana, mulai dari penciptaan undang-undang pidana (materiil dan formil) sampai pada sistem pemasyarakatan.
Menyadari bahwa KUHP tidak mampu mengatur berbagai tindak pidana yang terjadi di Indonesia maka dibentuklah undang-undang yang secara khusus mengatur suatu delik, seperti halnya undang-undang tindak pidana penghinaan khusus yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tindak pidana penghinaan (beleediging) yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang baik yang bersifat umum maupun khusus ditujukan untuk memberi perlindungan bagi kepentingan hukum mengenai rasa semacam ini khususnya harga diri kehormatan (eer) dan nama baik (goeden naam)