TANGGUNG JAWAB PELAKU PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA (PASAL 55 DAN 56 KUHP)

Authors

  • Aknes Susanty Sambulele

Abstract

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yang merupakan salah satu jenis penelitian yang dikenal umum dalam kajian ilmu hukum. Mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan normatif yang tidak bermaksud untuk menguji hipotesa, maka titik berat penelitian tertuju pada penelitian kepustakaan. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan prosedur identifikasi dan inventarisasi hukum positif sebagai suatu kegiatan pendahuluan.  Biasanya, pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier.  Dalam hasil penelitian ini menunjukan bagaimanakah keberadaan ajaran penyertaan sebagai perluasan delik dan perluasan pertanggungjawaban pidana serta tanggungjawab pelaku penyertaan dalam tindak pidana. Pertama bahwah keberadaan ajaran penyertaan sebagai perluasan delik dan perluasan pertanggungjawaban pidana sebagaimana yang dikemukakan oleh D. Hazewinkel Suringa[1]' berpendapat bahwa penyertaan pidana sebagai dasar untuk memperluas pertanggungjawaban pidana (tatbestands) selain pelaku yang mewujudkan seluruh isi delik, orang-orang turut serta mewujudkannya, yang tanpa ketentuan tentang penyertaan tidak dapat dipidana, oleh karena mereka tidak mewujudkan delik, misalnya seseorang pejabat atau pegawai negeri yang memerintahkan anggota masyarakat yang dilayaninya untuk mendebet sejumlah uang ke rekening pribadinya, agar mendapat previllege dalam pelayanan publik. Kedua tanggungjawab pelaku penyertaan dalam tindak pidana yang kita lihat dalam KUHPidana pada umumnya dirumuskan secara tunggal, yakni orang peroranglah yang dipertanggungjawabkan atas delik yang dilakukannya (melanggar setiap rumusan delik). Hal demikian dapat diketahui dengan diilustrasikan bunyi "barangsiapa ...." yang menunjukkan bahwa hanya seorang saja yang dapat mempertanggung jawabkan atas terlanggarnya perumusan delik itu. Jadi jelas bahwa setiap orang bertanggungjawab atas perbuatan melanggar hukum pidana secara sendiri-sendiri. Maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keberadaan ajaran penyertaan sebagai perluasan delik dan perluasan pertanggungjawaban pidana dalam delik pertanggungjawaban pidana selain pelaku yang mewujudkan seluruh isi delik, orang-orang yang turut serta mewujudkannya, yang tanpa ketentuan tentang penyertaan tidak dapat dipidana. Sedangkan tanggungjawab pelaku penyertaan dalam tindak pidana yang kita lihat dalam KUHPidana pada umumnya dirumuskan secara tunggal, yakni orang peroranglah yang dipertanggungjawabkan atas delik yang dilakukannya (melanggar setiap rumusan delik).

Kata kunci: Pelaku, penyertaan

[1] Hazewinkel-Suringa dalam Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana Jakarta: Yarsifwatampone, 2005, hlm. 339.

Downloads

Published

2013-11-12

Issue

Section

Articles