KAJIAN TERHADAP PENAHANAN SEBAGAI UPAYA PAKSA MENURUT KUHAP
Authors
Jonly D. J. Jacob
Abstract
Hukum pidana dapat dibagi menjadi hukum pidana materiil dan hukum pidana formal/hukum acara pidana. Sistem peradilan pidana Indonesia terdiri dari komponen Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan sebagai aparat penegak hukum, setiap komponen dari sistem tersebut seharusnya secara konsisten menjaga agar sistem dapat berjalan secara terpadu. Demi terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan. Agar dapat menyelesaikan suatu penelitian ilmiah diperlukan metode pendekatan yang tepat sesuai dengan perumusan masalah yang telah ditentukan. Metode pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif/doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan tentang bagaimana pelaksanaan upaya paksa penahanan kepada tersangka menurut KUHAP serta bagaimana persyaratan penahanan sebagai upaya paksa menurut KUHAP. Pertama,Penahanan adalah penempatan terÂsangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP (Pasat 1 butir 21 KUHAP). Berdasarkan Pasal 1 buÂtir 21 KUHAP dapat diketahui bahwa yang berhak untuk melakukan penahanan adalah penyidik, penuntut umum dan hakim (pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi, mahÂkamah agung). Kedua, KUHAP No. 8 Tahun 1981 telah menentukan berbagai persyaratan pelaksanaan penahanan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan penahanan maupun kesalahan dalam melaksanakan penahanan, baik kesalahan dalam prosedur terlebih-lebih kesalahan yang sifatnya “human error†yang akan menimbulkan kerugian moril dan materil baik bagi diri pribadi maupun keluarga tersangka apalagi bila akhirnya tidak terbukti bersalah atau kesalahannya tidak sepadan dengan penderitaan yang telah dialaminya. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan penahanan membuka kemungkinan yang lebih luas untuk terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik karena kurangnya keterampilan dan pemahaman aparat maupun karena kelalaian. Di samping karena kurangnya keterampilan dan pemahaman akan hak asasi manusia sebagai inti dari prinsip proses hukum yang adil, terjadinya berbagai penyimpangan dalam praktik pelaksanaan penahanan juga karena undang-undang tidak tuntas mengaturnya sampai mendetail, sehingga dalam banyak hal diserahkan kepada praktik dan kebiasaan. Yang semestinya tidak boleh menyimpang dari rumusan Undang-undang dan prinsip perlindungan hak asasi manusia yang dijunjung tinggi oleh KUHAP.KUHAP No. 8 Tahun 1981 telah menentukan berbagai persyaratan pelaksanaan penahanan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan penahanan maupun kesalahan dalam melaksanakan penahanan