PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN KNALPOT BISING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana pengaturan hukum mengenai penggunaan knalpot bising menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan untuk mengetahui dan memahami penegakan hukum terhadap pelanggaran penggunaan knalpot bising di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan hukum knalpot bising dalam UU No. 22/2009 bersifat prohibitif namun kurang teknis. Pasal 106 dan Pasal 285 UU LLAJ secara tegas melarang modifikasi kendaraan yang mengubah konstruksi asli (termasuk knalpot) dan mengancam pelanggar dengan sanksi administratif (denda maksimal Rp 500.000). Namun, aturan ini tidak menyebutkan batas ambang kebisingan secara eksplisit, sehingga acuan teknisnya merujuk pada PP No. 55/2012 yang menetapkan batas 84 dB untuk sepeda motor. 2. Penegakan hukum pelanggaran knalpot bising di Indonesia belum efektif akibat tiga faktor utama: pertama, keterbatasan alat ukur kebisingan (sound level meter) pada unit patroli kepolisian; kedua, sanksi denda yang tidak menimbulkan efek jera (rata-rata hanya Rp 250.000) dan tidak diikuti kewajiban perbaikan kendaraan; serta ketiga, lemahnya koordinasi antara kepolisian, Dishub, dan DLH dalam pemantauan rutin serta pembinaan pelanggar.
Kata Kunci : penegakan hukum, knalpot bising