KAJIAN YURIDIS TENTANG SAKSI PENGUNGKAP FAKTA (WHISTLEBLOWER)
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kedudukan saksi mahkota dalam perkara pidana dan bagaimanakah perlindungan hukum bagi saksi mahkota. Denagn menggunakan metode penelitian yuridis normative maka dapat disimpulkan: 1. Bahwa kedudukan saksi mahkota dalam perkara pidana merupakan sarana pembuktian yang ampuh untuk mengungkap dan membongkar kejahatan terorganisir, baik yang berupa scandal crime maupun serious crime dalam tindak pidana. Whistle blower dapat dijadikan sebagai alat bantu pembuktian dalam pengungkapan kejahatan dimensi baru, seperti perbuatan korupsi. Saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana diatur dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor: 1986 K/Pid/1989 tanggal 21 Maret 1990. Dalam Yurisprudensi tersebut dijelaskan bahwa Mahkamah Agung tidak melarang apabila Jaksa/Penuntut Umum mengajukan saksi mahkota dengan sarat bahwa saksi ini dalam kedudukannya sebagai terdakwa tidak termasuk dalam satu berkas perkara dengan terdakwa yang diberikan kesaksian. 2. Bahwa perlindungan hukum yang diberikan terhadap saksi mahkota terdapat dalam Pasal 10 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011. Dengan surat edaran tersebut, Mahkamah Agung telah menunjukkan bentuk komitmennya dalam mendukung perlindungan saksi dan korban. Nilai penting yang ada dalam SEMA ini adalah adanya perlakuan khusus terhadap orang-orang yang dapat dikategorikan sebagai pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerja sama. Perlakuan khusus tersebut antara lain diberikan dengan keringanan pidana dan atau bentuk perlindungan lainnya. Bentuk perlindungan dan reward yang diberikan oleh SEMA ini kepada saksi mahkota (whistle blower) berupa jika yang dilaporkan melaporkan balik si whistleblower, maka penanganan kasus yang dilaporkan whistleblower harus didahulukan daripada kasus yang dilaporkan oleh terlapor.
Kata kunci: Â Saksi, Pengungkap fakta.