URGENSI PEMBUKTIAN ALAT BUKTI DALAM PRAKTEK PERADILAN PIDANA
Abstract
Pembuktian dalam pengertian hukum acara pidana merupakan ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran, baik oleh hakim, penuntut umum, terdakwa maupun penasehat hukum. Aspek pembuktian telah dimulai pada tahap penyelidikan, hingga penjatuhan vonis oleh hakim, dan secara dominan terjadi pada sidang di pengadilan, dalam rangka hakim menemukan kebenaran materiil. Alat bukti (Pasal 184 KUHAP) adalah apa saja yang menurut undang-undang dapat dipakai untuk membuktikan benar atau tidaknya suatu tuduhan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang melatarbelakangi permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana urgensi pembuktian alat bukti dalam hukum pidana serta bagaimana bentuk putusan pengadilan dalam perkara pidana. Oleh karena ruang lingkup penelitian ini adalah pada disiplin Ilmu Hukum, khususnya Hukum Pidana maka penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hukum yakni dengan cara meneliti bahan pustaka yang dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum pembuktian, tidak dapat dipisahkan secara tajam antara kepentingan umum dan kepentingan perseorangan. Hakekat pembuktian dalam hukumpidana, adalah teramaturgen karena pembuktian merupakan suatu proses untuk menentukan dan menyatakan tentang kesalahan seseorang dapat dijatuhkan pidana karena dari hasil persidangan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, atau dapat dibebaskan dari dakwaan karena tidak terbukti melakukan tindak pidana ataukah dilepaskan dari segala tuntutan hukum, karena apa yang didakwakan terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana. Selanjutnya putusan pengadilan merupakan output dari suatu proses peradilan di sidang pengadilan yang meliputi proses pemeriksaansaksi-saksi, pemeriksaanterdakwa, dan pemeriksaan barang bukti.Pengambilan setiap putusan harus berdasarkan surat dakwaan, requisitor penuntut umum, kemudian pada segala fakta dan keadaan-keadaan yang terbukti dalam sidang pengadilan. Selain itu, pengambilan putusan harus diambil dengan melalui musyawarah jika hakim terdiri atas hakim majelis. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa secara keseluruhan sistem pembuktian dalam perkara pidana di Indonesia menganut sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif, dimana pembuktian harus didasarkan pada undang-undang Pasal 183 KUHAP. Berbagai bentuk putusan pengadilan dalam perkara pidana berdasarkan KUHAP adalah putusan pemidanaan, bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum bentuk-bentuk putusan pengadilan tersebut harus diucapkan di sidang terbuka untuk umum agar mempunyai kekuatan hukum (Pasal 195 KUHAP).