KEWAJIBAN POLISI (PENYIDIK) UNTUK MEMINTA OTOPSI (VISUM ET REPERTUM) TERHADAP KORBAN KEJAHATAN (KAJIAN PASAL 133 KUHAP)
Abstract
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah keterangan ahli berupa surat dapat dijadikan alat bukti dan sejauhmana KUHAP mengatur tentang Otopsi sebagai landasan hukumnya serta apakah polisi (penyidik) bisa meminta otopsi terhadap korban kejahatan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Tata cara pembuktian keterangan ahli sebagai alat bukti, Pertama dengan cara meminta keterangan ahli pada “taraf pemeriksaan penyidikan†oleh aparat penyidik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 133. Meminta keterangan ahli menurut pasal ini dilakukan penyidik secara “tertulis†melalui surat. Di dalam surat itu penyidik menegaskan maksud pemeriksaan, dan apa saja yang perlu diperiksa oleh ahli. Atas pemeriksaan itu, ahli menuangkan hasil pemeriksaannya dalam bentuk “laporan†atau “visum et repertum†seperti yang ditegaskan pada penjelasan Pasal 186. Cara yang kedua seperti yang ditentukan Pasal 179 dan Pasal 186. Cara kedua ini dilakukan dengan jalan memintaSurat “keterangan dari seorang ahli†yang memuat pendapat berdasar keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. Mengenai hal ini tidak perlu lagi diuraikan, sebab tentang bentuk surat ini, sudah cukup ditanggapi sehubungan dengan uraian sifat dualisme alat bukti keterangan ahli. Alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan, dapat disamakan dengan alat bukti keterangan ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya seperti yang dirumuskan Pasal 187 huruf c ini. 2. Keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang, hanya diatur dalam satu pasal saja pada Bagian Keempat, Bab XVI sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 186. Akibatnya kalau hanya bertitik tolak pada pasal dan penjelasan Pasal 186 saja, sama sekali tidak memberi pengertian apa-apa kepada kita. Untuk mencari dan menemukan pengertian yang lebih luas, tidak dapat hanya bertumpu berlandaskan pasal dan penjelasan Pasal 186. Akan tetapi nyatanya harus diakui Pasal 186 itu sendiri sebagai pasal yang mengatur keterangan ahli sebagai alat bukti dan dibawah ini dikemukakan pasal-pasal dalam KUHAP yang berhubungan dengan Forensik yaitu : Pasal 6, 7, 76, 108, 120, 133, 134, 135 dan Pasal 170 KUHAP. 3. Seperti yang diatur dalam Pasal 133 ayat (1) KUHP yang berwenang meminta visum et repertum ialah penyidik. Seorang dokter sama sekali tidak diperbolehkan memohon visum et repertum atau mencabutnya. Dokter hanyalah pelaksana dari apa yang diminta polisi, dokter sama sekali tidak diperbolehkan memohon visum et repertum atau mencabutnya. Dokter hanyalah pelaksana dari apa yang diminta polisi.
Kata kunci: Penyidik, otopsi, korban kejahatan