PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PEJABAT NEGARA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI SAAT WABAH PANDEMI COVID 19 DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

Authors

  • Martvin Kandou

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran secara pasti bagaimana pengaturan hukum beserta penjatuhan sanksi pidana bagi pejabat negara yang melakukan praktik korupsi di saat keadaan tertentu pandemi covid 19 dan untuk mendapatkan gambaran secara pasti tentang perspektif Hak Asasi Manusia terhadap pelaku tindak pidana korupsi disaat keadaan tertentu, yaitu saat bencana nasional. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Hukuman yang paling berat dan yang seharusnya dikenakan pada pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi pada saat wabah pandemi covid 19 adalah hukuman mati. Sanksi pidana mati kasus korupsi diatur pada pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang berbunyi: “dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) Dilakukan pada keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”. Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah ketika peristiwa alam nasional, kasus pidana yang diulang-ulang, dan ketika suatu negara berada dalam keadaan darurat keuangan dan uang dan waktu di mana negara berada dalam bahaya sesuai dengan pengaturan yang sah. 2. Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensi negara hukum adalah adanya perlindungan HAM, termasuk pula hak untuk hidup. Meskipun hak hidup telah dijamin oleh konstitusi, namun konstitusi Indonesia tidak menganut asas kemutlakan HAM, dengan demikian, penjatuhan sanksi pidana mati untuk koruptor yang selama ini terhalangi oleh persoalan HAM, khususnya hak hidup dapat ditegakkan.

 

Kata Kunci : sanksi pidana, pejabat negara, keadaan tertentu

Downloads

Published

2023-07-27