IMPLEMENTASI JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBERIAN KREDIT DI INDONESIA
Abstract
Dalam hukum jaminan dikenal dua jenis jaminan yaitu jaminan secara umum dan jaminan secara khusus, sedangkan jaminan secara khusus masih dapat dibedakan lagi menjadi jaminan kebendaan dan jaminan orang penanggungan utang. Jaminan secara umum dan penanggungan utang tidak sepenuhnya memberikan kepastian mengenai pelunasan utang, dikarenakan kreditur tidak mempunyai hak mendahulu sehingga kedudukan kreditur tetap sebagai kreditur konkuren terhadap kreditur-kreditur lainnya. Jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum yaitu pertama, jaminan dalam bentuk gadai yang diatur dalam Pasal 1150-1160 KUH Perdata. Gadai, sesuai dengan pengertian yang diberikan dalam KUH Perdata, merupakan jaminan dalam bentuk kebendaan bergerak yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara penyerahan kebendaan bergerak (yang digadaikan) tersebut kedalam kekuasaan kreditur. Kedua, adalah hipotek yang diatur dalam Pasal 1162-1178 KUH Perdata. Dalam hipotek yang menjadi jaminan adalah barang tidak bergerak yang dibuat dengan akta hipotek. Ketiga adalah hak tanggungan sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996 yang mengatur mengenai penjaminan atas hak-hak atas tanah tertentu berikut kebendaan yang dianggap melekat dan diperuntukkan untuk dipergunakan secara bersama-sama dengan bidang tanah yang atasnya terdapat hak-hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan hak tanggungan. Keempat adalah jaminan fidusia, yang diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Sebelum dikeluarkan UU No. 42 Tahun 1999, eksistensi fidusia sebagai pranata jaminan diakui berdasarkan yuridisprudensi.Sesuai hasil penelitian dan kajian normatif dari penulis, ternyata sistem penjaminan fidusia masih mengalami kendala seperti: (a) Permasalahan di Sekitar Dasar Kepercayaan : Penyerahan jaminan yang didasarkan pada kepercayaan tersebut disebut sebagai fiduciare eigendom overdracht, (b) Adanya kesengajaan sebagai perbuatan melawan hukum oleh satu pihak : baik pemberi dan penerima jaminan terutama itikad buruk dari penerima jaminan untuk tidak mendaftarkan, maka bagaimana kepastian hukum dalam penyelesaian perkara belum tegas diatur, (c) Terkait dengan Jaminan Perorangan : Penerima Fidusia tidak langsung memiliki objek yang menjadi jaminan fidusia yang diserahkan oleh Pemberi Fidusia, sehingga jaminan fidusia merupakan suatu teori jaminan. Bagaimana kalau satu pihak beritikad buruk, tentu harus ditegas batasan-batasan pengaturan tentang itikad buruk ada adanya kepastian hukum.
Kata kunci: jaminan, kredit, fidusia