TEMPLATE

TEMPLATE

 

JURNAL POLITICO: Jurnal Ilmu Politik

Universitas Sam Ratulangi

 

 

 

  • Judul

Judul tidak boleh lebih dari 14 kata; harus jelas, singkat, dan informatif. Singkatan harus dihindari. (Jenis huruf Cambria 12pt)

 

  • Nama penulis

Nama penulis ditulis tanpa gelar akademik, diikuti dengan nama institusi penulis, yang terletak di bawah judul artikel. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, editor hanya berhubungan dengan penulis utama atau yang disebutkan pertama. Penulis utama harus menyertakan alamat korespondensi atau email. (Jenis huruf Cambria 10pt)

 

  • Abstrak dengan kata kunci

Panjang abstrak sekitar 200-250 kata, sedangkan batas kata kunci 3-5 kata. Abstrak sekurang-kurangnya memuat tujuan, metode, dan hasil penelitian. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.  (Jenis huruf Cambria 11pt)

 

  • Pengantar

Pendahuluan harus berisi (secara berurutan) latar belakang umum dan pertanyaan penelitian atau hipotesis. Jika ada tinjauan pustaka, dapat dimasukkan dalam bab ini. Tujuan penelitian harus ditulis di akhir pendahuluan. (Jenis huruf Cambria 11pt)

 

  • Metode

Metode penelitian harus menguraikan metode yang digunakan dalam mengatasi masalah termasuk metode analisis. Ini harus berisi rincian yang cukup yang memungkinkan pembaca untuk mengevaluasi kesesuaian metode serta keandalan dan validitas temuan. (Jenis huruf Cambria 11pt)

 

  • Pembahasan

Penulis harus menjelaskan hasil penelitian (apa yang ditemukan) secara rinci. Bagian hasil penelitian dan pembahasan memuat hasil-hasil temuan penelitian dan pembahasan-pembahasan selanjutnya. Temuan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan harus ditulis dengan dukungan tambahan data yang memadai. Hasil dan temuan penelitian harus dapat menyelesaikan atau memberikan penjelasan atas pertanyaan yang dikemukakan dalam pendahuluan. (Jenis huruf Cambria 11pt)

 

  • Kesimpulan

Pernyataan penutup harus berisi ringkasan dan saran. Ringkasan harus memberikan contoh jawaban yang diberikan untuk hipotesis dan/atau tujuan penelitian atau temuan yang diperoleh. Rangkuman tidak boleh berisi pengulangan hasil penelitian dan pembahasan, melainkan harus memuat ringkasan hasil penelitian dan temuan seperti yang diharapkan dalam tujuan penelitian atau hipotesis. Saran harus menyajikan hal-hal yang selanjutnya akan dilakukan dalam kaitannya dengan konsep penelitian berikutnya. (Jenis huruf Cambria 11pt)

 

 

  • Referensi
  1. Semua referensi yang dikutip dalam teks artikel harus ditulis di bagian daftar pustaka.
  2. Harus mencantumkan referensi yang diperoleh dari sumber primer (terdiri dari jurnal ilmiah sebesar 80% dari seluruh daftar pustaka) yang telah diterbitkan dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir.
  3. Sisanya 20% dapat berupa artikel penelitian atau laporan penelitian (tesis, buku, dan publikasi lain yang relevan).
  4. Naskah diserahkan langsung ke email: jurnalpolitico@unsrat.ac.id dengan membuat akun pengguna sebagai penulis.
  5. Tabel dan gambar harus memiliki judul dan nomor serta sumber yang jelas, serta diketik dalam satu spasi.
  6. Daftar referensi hanya memuat sumber yang dirujuk, dan semua sumber yang dirujuk harus disebutkan dalam daftar. Sumber referensi terdiri dari, setidaknya, 80% literatur diterbitkan dalam sepuluh tahun terakhir. Sumber referensi berupa artikel penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk tesis sarjana, tesis master, disertasi, buku, dan publikasi lain yang relevan).
  7. Semua referensi yang disebutkan harus ditulis dalam referensi menggunakan gaya American Psychological Association (APA) dan disusun dari A sampai Z.
  8. Periksa keakuratan setiap artikel yang dirujuk dan pastikan setiap karya yang dikutip dalam artikel ditulis dalam Referensi.
  9. Karya yang tidak dikutip tetapi disebutkan dalam Referensi akan dihilangkan oleh editor.

 

  • Buku

Anderson, B. (1983). Komunitas Terbayang. London: Sebaliknya.

 

  • Bab buku

Smith, F. M., & Jones, W. (2004). Mahasiswa itu. Dalam C. Wood & M. Meyer (Eds.), Pendidikan lintas budaya (hlm. 75-105). London, Kanada: MacMillan.

 

  • Artikel Jurnal

Lee, K. (2004). Strategi membaca dan belajar: Rekomendasi untuk abad ke-21. Jurnal Perkembangan Pendidikan, 28(2), 2-15.

 

  • Artikel jurnal dengan DOI

Kusumaningrum, D. (2016). Saling ketergantungan versus kebenaran dan keadilan: pelajaran dari proses rekonsiliasi di Maluku Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 20(1), 15. doi: 10.22146/jsp.17998

 

Smith, G. (2012). Barthes di Jamie: mitos dan revolusioner tv. Jurnal Praktek Media, 13, 3-17. doi: 10.1386/jmpr.13.1.3_1

 

  • Artikel jurnal di situs web

Austin, D. (2009). Asam lemak, menyusui dan gangguan spektrum autisme. E-journal Psikologi Terapan, 5(1), 49-52. Diperoleh dari http://ojs/lib.swin.edu.au/

 

  • Artikel surat kabar

Fung, M. (2006, 12 Desember). Angka asma meningkat. Winnipeg Free Press, hal. C4.

 

 

  • Artikel surat kabar di situs web

Harris, M. (2011, 16 Agustus). Nilai meningkat jika kelas dimulai lebih lambat, menurut penelitian. Calgary Herald. Bentara. Diperoleh dari http://www.calgaryherald.com/

 

  • Situs web

Buzan, T. (2007). Peta konsep. Diakses September

 

Contoh:

 

PROSPEK HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-AUSTRALIA  

 

Vikly S.M. Adilang 1,*, Trilke Tulung 2, ............................3

1,2 ,3 Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sam Ratulangi, Manado

* Coressponding author: viklyadilang198@gmail.com

 

 

ABSTRAK

Hubungan kerjasama Indonesia dengan Australia di bidang perdagangan telah dilakukan sejak dulu. Dengan  menggunakan metode deskripitif kualitatif, penelitian ini akan fokus untuk mengetahui prospek hubungan bilateral Indonesia-Australia khususnya di bidang perdagangan daging sapi. Penelitian ini akan menggambarkan bagaimana kebijakan Indonesia dengan Australia, serta bentuk kerjasama Indonesia dan Australia dalam bidang impor daging sapi. Temuan penelitian menggambarkan bahwa daging sapi merupakan produk yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Permintaan daging sapi Indonesia terus meningkat tetapi tidak sejalan dengan kemampuan penyediaan daging sapi nasional. Pemerintah Indonesia harus melakukan Impor guna memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi nasional. Indonesia memilih Australia sebagai negara pengimport daging sapi terbesar, dengan alasan karena jarak kedua negara sangat dekat. Faktor lain yang di perhitungkan seperti lamanya perjalanan, jumlah pasokan sapi, dan aspek kehalalan khusus untuk daging sapi beku. Impor daging sapi beku selama ini tidak ekonomis jika dilakukan dari negara-negara lain, karena biaya transportasi yang mahal dan lama perjalanan. Di samping itu kapasitas pasokan sapi negara selain Australia terbatas. Memang, impor sapi Australia ke Indonesia mengalami kondisi yang fluktuatif  dari masa ke masa, karena ketersediaan masih kurang dibandingkan tingginya permintaan daging sapi. Namun data hasil penelitian menunjukan, volume dan nilai impor daging sapi di Indonesia cenderung meningkat, maka dapat disimpulkan bahwa prospektif import daging sapi dari Australia ke Indonesia untuk jangka pendek dan panjang akan terus dilakukan.

 

Kata Kunci: Prospek; Hubungan Bilateral; Perdagangan; Daging Sapi; Indonesia; Australia

 

 

ABSTRACT

The cooperation between Indonesia and Australia in the trade sector has been carried out for a long time. By using a qualitative descriptive method, this research will focus on knowing the prospects of Indonesia-Australia bilateral relations, especially in the beef trade. This study will describe how Indonesia's policy with Australia, as well as the form of cooperation between Indonesia and Australia in the field of beef imports. Research findings illustrate that beef is a product that is very much needed in Indonesia. The demand for Indonesian beef continues to increase but is not in line with the national beef supply capability. The Indonesian government must carry out imports to meet the needs of national beef consumption. Indonesia chose Australia as the largest beef importer country, with the reason that the two countries are very close. Other factors that are taken into account include the length of the trip, the number of beef supplies, and the special halal aspect for frozen beef. Imports of frozen beef have so far been uneconomical if done from other countries, due to high transportation costs and long travel times. In addition, the cattle supply capacity of countries other than Australia is limited. Indeed, imports of Australian cattle to Indonesia experience fluctuating conditions from time to time, because the availability is still lacking compared to the high demand for beef. However, the research data shows that the volume and value of beef imports in Indonesia tend to increase, so it can be concluded that the prospective import of beef from Australia to Indonesia for the short and long term will continue to be carried out.

 

Keywords: Prospect; Bilateral relations; Trading; Beef; Indonesia; Australia

 

 

 

PENDAHULUAN

Neraca permintaan daging sapi di Indonesia dihitung dengan pendekatan antara proyeksi konsumsi dan proyeksi produksi nasional terjadi ketidakseimbangan. Apalagi permintaan daging di Indonesia di saat hari raya Idul Adha tiba. Untuk melihat konsumsi daging sapi dapat dilihat dari konsumsi perkapita. Konsumsi perkapita total terdiri dari dua komponen, yaitu konsumsi rumah tangga dan konsumsi non rumah tangga. Karena daging sapi itu di konsumsi sebagai bahan makanan oleh rumah tangga dan konsumsi non rumah tangga.

Dalam neraca pasokan dan kebutuhan daging sapi 2022 yang telah disusun pemerintah, konsumsi per kapita pada 2022 mencapai 2,57 per kg per tahun, meningkat dari konsumsi 2021 di angka 2,46 per kg per tahun. Adapun jumlah penduduk bertambah dari 272,24 juta pada 2021 menjadi 274,85 juta pada 2021 sehingga kebutuhan daging meningkat dari 669.731 ton menjadi 706.388 ton. Produksi nasional pada 2022 ditaksir 436.704 ton, naik dari 423.443 ton pada 2021. Dengan stok awal tahun yang berjumlah 62.485 ton, Indonesia diperkirakan masih defisit 207.199 ton. Tingginya permintaan daging tersebut mengakibatkan Indonesia memiliki ketergantungan terhadap impor daging sapi. Pemerintah memperkirakan kebutuhan impor daging sapi pada 2022 mencapai 266.065 ton.

Dirtjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian Nasrulla mengatakan, untuk mengatasi jumlah sapi yang masing kurang, bisa di lakukan dengan optimalisasi reproduksi. .Berdasarkan data Direktorat jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementrian Pertanian (Kementan), produksi daging di Indonesia sebesar 437.783,23 ton pada 2021. Jumlah itu turun 3,44% dibanding pada 2020 yang sebesar 453.418,44 ton. Pada tahun 2019 produksi daging sapi kembali meningkat 1,37% mencapai titik tertinggi dengan 504.802,29 ton. Setelah itu, produksi danging mengalami penurunan dua tahun berturut-turut, yakni turun 10,18% pada 2020 dan turun 3,44% pada tahun 2021. (Chalib Thalib dan Yudi Guntara Noor, 2021:45)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia telah mengimport daging sapi sebanyak 11.269 ton selama Maret 2021. Angka ini naik 44,22% dari import daging sapi Februari 2021 sebanyak 7.814 ton. Jika jumlah dari Januari – Maret 2021, maka total daging yang di impor telah mencapai 30.827 ton. angka ini naik 31% dibanding periode yang sama pada 2020 yaitu 23.540 ton. Total impor 30.827 ton selama januari – maret 2021 atau Kuartal 1 (Q1) 2021 ini paling banyak disumbang oleh Australia.dari negara kanguru itu, Indonesia menerima 19.291 ton daging. (sumber: Badan Pusat Statistik 2021)

Indonesia menjadikan Australia sebagai sumber impor ternak sapi dan daging sapi yang  jumlahnya cukup besar. Besarnya impor ini diperoleh oleh terjadinya peningkatan kesejahteraan dan pertambahan penduduk. Selain itu, juga di pengaruhi oleh meningkatnya kepedulian penduduk akan pentingnya kebutuhan protein hewani. Ada beberapa negara selain Australia dan Selandia Baru yang bisa menjadi mitra Indonesia dalam ekspor-impor sapi. Namun, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia menganut system Country Based  bukan Zona Based yang artinya harus impor daging dan sapi hidup dari negara-negara yang telah bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Dikutip dari World Organization for Animal Health atau the Office International des Epizooties (OIE). Setidaknya ada 66 negara termasuk Indonesia dan Australia yang memberlakukan aturan country based atau bebas dari PMK. (Bambang Cipto, 2010, hal. 192)

Salah satu alasan khusus memilih Australia sebagai negara pemasok sapi karena jarak kedua negara itu sangat dekat. Faktor lain yang di perhitungkan seperti lamanya perjalanan, jumlah pasokan sapi dan aspek kehalalan khusus untuk daging sapi beku. Impor daging sapi beku Selama ini dinilai tidak ekonomis dari negara-negara lain karena biaya transportasi yang mahal dan lama perjalanan. Di samping itu kapasitas pasokan sapi negara lain terbatas.

                Impor sapi Australia ke Indonesia mengalami kondisi yang  fluktuatif  dari masa ke masa. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan daging sapi nasional sampai saat ini belum dapat terpenuhi sehingga masih harus ditutupi dengan keberadaan sapi impor baik dalam bentuk sapi bakalan maupun daging sapi beku. Sebab saat ini jika hanya mengandalkan daging sapi dari peternak lokal maka yang dihadapi adalah semakin tinggi dan langkanya daging sapi karena ketersediaan masih kurang dibandingkan tingginya permintaan daging sapi. (http://www.vet-indo.com/2022/02/indonesia-importir-terbesar-sapi-hidup-australia/

 

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

  1. Prospect Theory

Teori prospek adalah teori yang menjelaskan bagaimana seseorang mengambil keputusan dalam kondisi tidak pasti. Substansi teori prospek adalah proses pembuatan keputusan individual yang berlawanan dengan pembentukan harga yang biasa terjadi di ilmu ekonomi. Teori prospek ini berawal dari penelitian yang dilakukan oleh Kahneman & Tversky (1979) dalam penelitian Adiasa (2013), mengenai perilaku manusia yang dianggap aneh dan kontradiktif dalam mengambil suatu keputusan. Subjek penelitian yang sama dengan beberapa pilihan yang sama namun diformulasikan dengan cara yang berbeda maka hasil keputusan seseorang akan berbeda. Kahneman & Tversky (1979) dalam Adiasa (2013) menamakan perilaku orang tersebut sebagai risk aversion behavior dan risk seeking behavior.

Dalam teori prospek, Kahneman & Tversky (1979) seperti yang dikutip dalam penelitian Adiasa (2013), mengungkapkan bahwa seseorang akan mencari informasi terlebih dahulu kemudian akan dibuat beberapa “decision frame” atau konsep keputusan. Setelah konsep keputusan dibuat maka seseorang akan mengambil keputusan dengan memilih salah satu konsep yang menghasilkan expected utility yang terbesar. Teori prospek menunjukkan bahwa orang yang memiliki kecenderungan irasional untuk lebih enggan mempertaruhkan keuntungan (gain) daripada kerugian (loss), apabila seseorang dalam posisi  untung maka orang tersebut cenderung untuk menghindari risiko atau disebut risk aversion, sedangkan apabila seseorang dalam posisi rugi maka orang tersebut cenderung untuk berani menghadapi risiko atau disebut risk seeking.

 

  1. Hubungan Bilateral

                 Hubungan Bilatreal adalah jenis hubungan yang melibatakan dua pihak. Biasanya hal ini digunakan untuk menyebut hubungan yang melibatkan hanya dua negara, khususnya suatu hubungan politik, budaya dan ekonomi di antara dua negara. Kebanyakan hubungan internasional dilakukan secara bilateral dan multilateral misalnya perjanjian politik-ekonomi, pertukaran tumpang,dan kunjungan antar negara. Alternatif dari hubunga bilateral adalah hubungan multilateral; yang melibatkan anyak negara, dan unilateral; Ketika satu negara berlaku semaunya (FreeWill).

                Hubungan bilateral atau multilateral juga berlaku untuk negara yang bekerja sama dengan sebuah organisasi besar dunia dalam berbagai bidang, contoh: seperti Indonesia denga PBB ( Perserikatan Bangsa-Bangsa ), Indonesia dengan Oki (Organisasi Kerja Sama Islam ), Asia Pasific Econimic Commonity (APEC ). Tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang akan terjalin hubungan baru.  

                Sebagian besar transaksi dan interaksi antar negara dalam system internasional sekarang bersifat rutin dan hampir bebas dari konflik. Berbagai jenis masalah nasional, regional, atau global yang bermunculan memerlukan perhatian lebih dari satu negara. Dalam kebanyakan kasus terjadi, pemerintah saling berhubungan dengan mengajukan alternative pemecahan, perundingan, atau pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai teknis untuk menopang pemecahan masalah tertentu dan mengakhiri perundingan dengan suatu perjanjian atau saling pengertian yang memuaskan semua pihak. Perjanjian bilateral bersifat khusus treaty contract karna hanya mengatur hal hal yang menyakut kepentingan kedua negara saja. Oleh karna itu, perjanjian bilateral bersifat tertutup. Artinya tertutup kemungkinan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut. Kerja sama dapat berlangsung dalam berbagai konteks yang berbeda. Kebanyakan hubungan dan interaksi yang berbentuk kerja sama terjadi diantara dua pemerintah yang memiliki kepentingan atau menghadapi masalah serupa secara bersamaan. Bentuk kerja sama lainya dilakukan antara negara yang bernaung dalam organinsasi dan kelembagaan internasional. Beberapa organisasi seperti Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan bahwa kerjasama yang berlangsung diantara negara anggota organisasi tersebut dilakukan atas dasar pengakuan kedaulatan nasional masing-masing negara. Kerjasama yang dilakukan antar pemerintah dua negara yang berdaulat dalam rangka mencari penyelesaian bersama terhadap suatau masalah yang menyangkut kedua negara tersebut melalui perundingan, perjanjian, dan lain sebagainya disebut sebagai kerjasama bilateral. Kerjasama bilateral merupakan suatu bentuk hubungan dua negara yang saling mempengaruhi atau terjadinya hubungan timbal balik yang dimanifestasikan dalam bentuk kooperas Rangkaian pola hubungan aksi–reaksi ini meliputih proses sebagai berikut :

  1. Rangsangan atau kebijakan actual dari negara yang menginisiasi.
  2. Persepsi dari rangsangan tersebut oleh pembuat keputusan di negara penerima.
  3. Respon atau aksi balik dari negara penerima keputusan.
  4. Presepsi atau respon oleh pembuat keputusan dari negara pemrakarsa. (Perwita dan Yani,2005:42 ).

 

  1. Perdagangan Internasional

                Kerjasama Indonesia dengan Australia dalam bidang khususnya impor daging sapi Indonesia merupakan salah satu bentuk perdagangan internasional. Secara umum perdagangan internasional dilakukan dalam bentuk pertukaran barang dan atau jasa yang melintasi batas negara. Dalam konsep perdagangan internasional ada beberapa teori diantaranya yaitu  Heckser-Ohlin yang mengemukakan sebuah teori.

                Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Teori Heckscher Ohlinini lebih mengarah tentang pola perdagangan menyatakan bahwa komoditas-komoditas yang dalam produksinya memerlukan faktor produksi  (yang melimpah) dan faktor produksi (yang langka) diekspor untuk ditukar dengan barang-barang yang membutuhkan faktor produksi dalam proporsi yang sebaliknya. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang melimpah di ekspor dan factor yang langka di impor. (Saptana, Sumaryanto Dan Supena Friyatno.Analisis Keunggulan Komparatif Dan Kompetitif Komoditas Kentang Dan Kubis Di Wonosobo Jawa Tengah Bogor : Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. 2012 Hal.3)

Selain itu, teori dari John Struart Mill. Beliau mengatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengeskpor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dang mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu mengespor suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalua dihasilkan sendiri memakan biaya yang besar. Kemudian nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak tenaga yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang, makin mahal barang tersebut. (Brason. Marco 1972:21-27)

 

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. (Sugiyono, 2018) Analisis deskritif digunakan untuk menggambarkan bagaimana kebijakan Indonesia dengan Australia dalam bidang impor daging sapi, serta bagimana kerjasama perdagangan Indonesia dan Australia dalam bidang impor daging sapi. pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (library research). Data yang dikumpulkan melalui beberapa jurnal dan skripsi yang berkaitan dengan kerjasama Indonesia dan Australia dalam ekspor impor daging sapi dalam bentuk fisik maupun yang diterbitkan secara online, serta jurnal dan skripsi yang berkaitan dengan program swasembada daging sapi nasional yang diterbitkan secara online, dan data lainnya yang didapatkan dari website Badan Pusat Statistik, situs Kementrian Luar Negeri Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pertanian, serta dari berita nasional yang diakses secara online. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif melalui beberapa tahap. Tahap awal dilakukan reduksi data, kemudian dilanjutkan dengan melakukan penyajian data, dan diakhiri dengan tahap penarikan kesimpulan.

 

 

PEMBAHASAN

  1. Hubungan Bilateral Indonesia-Australia

Indonesia merupakan negara tetangga yang penting bagi Australia. hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan salah satu negara yang berperan penting dalam ASEAN sehingga dengan posisinya yang dekat dengan Australia secara geografis dapat menjembatani perdagangan Australia dengan negara-negara ASEAN. Selain itu, Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar  dengan  jumlah  populasi yang besar pula sehingga dapat menjadi pangsa pasar yang besar bai Australia.

Pentingnya Indonesia bagi Australia ini diperkuat dengan pernyataan Perdana Menteri Australia Tonny Abbott pada acara penandatanganan plakat Australia- Indonesia Centre di Australia Parliament House, Canberra pada hari Rabu tanggal 13 November 2013 yang mengatakan bahwa “Kerjasama dengan Indonesia adalah hal yang sangat penting bagi kami. Indonesia penting bagi Australia dari segi jumlah penduduk, luas wilayah, kedekatan dan berbagai potensinya. Ke depan, Indonesia diprediksi akan jadi super power Asia”. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa Indonesia menempati posisi strategis dalam kebijakan luar negeri Australia.

(http://news.detik.com/read/2022/11/13/091544/2411353/10/pm-abbott-sebagai-super-power-asia-indonesia-negara-penting-bagi-kami?nd771104bcj)  

Hubungan bilateral Indonesia dan Australia tergolong hubungan yang unik, di satu sisi menjanjikan berbagai peluang kerjasama namun di sisi lain juga  penuh  dengan berbagai tantangan. Bahkan hubungan kedua negara seringkali digambarkan seperti roller coaster (T.M. Hamzah Thayeb, Hubungan Indonesia-Australia Pasca Kemenangan Partai Buruh, Jurnal Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2008, Vol.25 No.1, hal. 33)  yakni naik secara perlahan namun turun dengan sangat tajam menjadi bagian dari sejarah hubungan kedua negara. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai perbedaan diantara kedua negara dan bangsa yang terkait dengan  kebudayaan, tingkat kemajuan pembangunan, orientasi politik yang mengakibatkan pula perbedaan prioritas kepentingan. Tidak dipungkiri, perbedaan-perbedaan tersebut menciptakan berbagai masalah yang selalu  mewarnai  hubungan  kedua negara.

Hubungan kenegaraan Australia dengan Indonesia diawali menjelang kemerdekaan Indonesia 1945. Dukungan Pemerintah Australia terhadap kemerdekaan Indonesia yang telah dijajah selama 350 tahun oleh Belanda paling dirasakan antara 1942-1950. Federasi Pekerja Pasisir Australia (WWF) mencegah keberangkatan kapal Belanda yang penuh dengan pasukan, persenjataan, dan perlengkapan lainnya dari pelabuhan Australia. Hal tersebut mendapatkan banyak  dukungan  dari  seluruh pekerja di pelabuhan utama lainnya di Australia termasuk Sydney, Melbourne dan Adelaide. WWF menolak memuat barang barang Belanda dan memperbaiki kapal Belanda kemudian memboikot semua transpotarsi, toko, dan  pengisian  darat. Embargo terus berlangsung sampai tahun 1948. Tiga puluh satu serikat pekerja Australia dan empat serikat pekerja Asia secara langsung menghentikan 559 kapal yang seharusnya adalah persediaan bagi usaha Belanda Maret 1946, misalnya, 1000 truk Belanda yang seharusnya dikirim ke Indonesia masih tetap di Australia .

(http://hass.unsw.adfa.edu.au/Timor/Timor_translated/1/independence/index.html )

Sesudah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, kampanye yang dilakukan oleh Serikat Buruh di Australia semakin meningkat. Serikat Buruh tersebut menekan Pemerintah Australia agar mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Australia merupakan salah satu dari negara-negara yang pertama mengakui hak Indonesia untuk merdeka. Australia membantu para pejuang nasionalis Indonesia dalam perjuangan mereka mencapai kemerdekaan. Pada tahun 1947, Indonesia meminta Australia untuk mewakili Indonesia dalam Komisi Tiga Negara yang diusahakan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Australia mewakili Indonesia dalam perundingan-perundingan yang menuju ke pengakuan Belanda terhadap Indonesia pada tahun 1949. Australia juga mendukung masuknya Indonesia ke PBB pada tahun 1950.

(Australia-Indonesia Institute, Hubungan Antara Australia dan Indonesia, dfat.gov.au/aii/publications/bab11/index.html)

Tahun 1950 sampai dengan tahun 1962 hubungan Australia-Indonesia mengalami penurunan. Mulai dari masalah Irian Barat hingga masalah timor leste. Pada tahun 1991 pada masa perintahan Paul Keating dari dari partai buruh, dianggap sebagai masa dimana hubungan bilateral Indonesia Australia berada pada titik terbaik. Pada masa pemerintahannya, Keating menaruh perhatian yang mendalam terhadap negara-negara Asia utamanya Indonesia. Keating menganggap Indonesia penting  untuk mencapai integrasi ekonomi Australia dengan negara-negara Asia.  Secara khusus PM Paul Ketaing menyatakan bahwa “No other country is more important to Australia than Indonesia”. (Ikrar Nusa Bakti, 2008:27)

Perkataan tersebut menunjukkan hubungan Australia- Indonesia yang begitu erat pada tahun 1991-1996. Kemudian  pada  masa pemerintahan John howard tahun 1996 hubungan Australia-indonesia penuh dengan kecurigaan karena pada saat itu Australia dianggap mendukung kemerdekaan Timor leste dari Indonesia.

Di tengah dinamika hubungan bilateral Indonesia Australia, kerjasama dalam berbagai bidang telah banyak disepakati oleh kedua  negara.  Misalnya  perjanjian celah timor tahun 1989 mengenai pemanfaatan minyak dan gas laut Timor pada perbatasan Timor timur dan Australia. Kedua negara juga tergabung dalam APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation) yang bertujuan untuk mendorong kerjasama ekonomi dan penanaman modal di kawasan Asia Pasific. Dalam bidang pertanian, Indonesia merupakan negara mitra terbesar bagi Australia  dalam Australian  Centre for International Agricultural Research’s (ACIAR). Sementara dalam bidang keamanan Australia dan Indonesia menjalin kerjasama dalam Counter of Terorism (CT). Dalam bidang pendidikan sudah tak diragukan lagi. Saat ini ribuan mahasiswa Indonesia belajar di Australia dimana sebagian besar di antara mereka menerima beasiswa dari pemerintah Australia.

(http://www.kbri-canberra.org.au/hubunganbilateral ).

Indonesia dan Australia juga terikat dalam Joint Declaration on Comprehensive Partnership (2005) serta Lombok Treaty (2006). Deklarasi Comprehensive Partnership memuat roadmap bagi  pengembangan  hubungan  bilateral ke depan (expand and deepen) antara Indonesia dan Australia melalui forum- forum konkrit seperti IAMF (Indonesia-Australia Ministerial Forum). Sementara itu, Lombok Treaty memuat prinsip-prinsip penting, seperti penghormatan terhadap kedaulatan nasional, integritas wilayah serta komitmen kedua negara untuk tidak membiarkan wilayah masing-masing dijadikan sebagai staging point  untuk mengusung tujuan separatisme.

Program bantuan luar negeri Pemerintah Australia telah membantu meningkatkan taraf kehidupan jutaan jiwa di negara-negara berkembang. Program bantuan ini mendukung kepentingan nasional Australia dengan berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kemiskinan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Australia dan Indonesia telah bermitra dalam  pembangungan lebih dari 60 tahun. Kerjasama pembangunan Indonesia-Australia telah tertuang pada Country Strategy Framework (CSF) 2008–2013 berjumlah A$ 2,5 milyar. http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name )

Menjaga kemitraan ini sangatlah penting bagi Australia. Luasnya wilayah Indonesia serta kedekatan jaraknya dengan Australia menjadikan  peningkatan  kesejahteraan,  stabilitas dan pertumbuhan di Indonesia amat penting bagi kedua negara sekaligus kawasan.

Salah satu tantangan yang muncul dalam hubungan kedua negara adalah bagaimana kedua negara menghormati apa yang termaktub dalam Lombok  Treaty serta nelayan Indonesia yang kerap kali di tangkap di perairan Australia. selain itu,  titik terlemah dari hubungan Indonesia dan Australia sebenarnya terletak pada hubungan ekonomi. Berdasarkan wawancara dengan Ikarar Nusa Bakti, alasan mengapa titik terlemah hubungan kedua negara adalah bidang ekonomi karena keduanya belum berimbang dalam bidang perdagangan. Indonesia masih mengalami defisit dalam hal perdagangan dengan Australia. Indonesia merupakan tujuan Ekspor kedealapan bagi Australia, sementara Australia hanya berada di urutan kesebelas  tujuan ekspor Indonesia.

Hal tersebut di atas menjadi peluang untuk mencari terobosan baru dalam bidang ekonomi yang dapat menjadi perekat hubungan kedua negara. peluang kerjasama Indonesia-Australia juga masih terbuka lebar dalam bidang ekonomi, social-budaya, pendidikan dan sebagainya. Semua ini tentunya bukan hanya demi kemitraan strategis kedua negara melainkan juga untuk menciptakan perdamaian dan kemakmuran dunia atau a better and prosperous world.

 

  1. Kerjasama Perdagangan Indonesia-Australia

Indonesia dan Australia merupakan dua negara saling bertetangga yang mempunyai perbedaan yang mencolok terkait kebudayaan, tingkat kemajuan pembangunan, serta orientasi politik yang mengakibatkan perbedaan prioritas kepentingan. Hubungan antara kedua negara dalam berbagai bidang telah terjalin  cukup erat, seperti dalam bidang pendidikan, budaya, dan perdagangan. Hal tersebut merupakan aset penting dalam hubungan kedua negara yang perlu terus dipupuk dan dikembangkan.

Hubungan perdagangan antara Australia dan Indonesia pun telah lama terjalin. Berikut dasar hubungan kerjasama perdagangan Indonesia dan Australia :

  1. Trade agreement between the Republic of Indonesia and the Commonwealth Australia, Nota persetujuan dagang (No. Agenda 346), Canberra tanggal 14 November
  2. Exchange of Letters between the Government of Republic of Indonesia and Government of Australia, Jakarta 10 November
  3. Trade Agreement Between the Government Republic of Indonesia and the Commonwealth Australia yang diratifikasi melelui Kepres No.6 Tahun 1973 Tanggal 27 Februari
  4. Agreement Concerning the protection and enforcement of Copyright yang ditandatangani di Jakarta Tanggal 17 November
  5. Agreement Between the Government Republic of Indonesia and the Governement of Australia for Avodance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with Respect to Taxes on Income, di Jakarta tanggal 22 April 1992.
  6. Agreement Between the Government Republic of Indonesia and the Governement of Australia Concerning the Promotion and Protection of Investments, diratifikasi melalui Keppres No.36 Tahun 1993 Tanggal 15 Mei 1993.
  7. Memorandum of Understanding between the Government of Australia and the Government of the Republic of Indonesia on Technical Cooperation in Financial Sectors, Canberra 23 Septembe
  8. Umbrella MoU Concerning Food Inspection and Certification Systems yang ditandatangani di Bali Tanggal 24 Februari
  9. Memorandum of Understanding between Department of Asian Relations and Trade of the Northern Territory of Australia and the Directorate General of Customs and Excise of the Department of Finance of the Republic of  Indonesia on A Customs Facility in Darwin for Goods Shpped to Indonesia Ports other than in Java and Sumatera, Bali 8 Juni
  10. Memorandum of Understanding Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Australia on Collaborative Animal and Plant Health and Qurantine Activities, Medan 29 Juli
  11. Join Ministerial Statement Australia-Indonesia Ministerial Forum and Australia Indonesia Development Area Ministerial Meeting, Canberra, 18 Maret 2005.
  12. Trade and Investment Framework Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Australia, Vientiane 29 september (Trademap, direktorat Kerjasama Perdangan Bilateral Kementerian Perdagangan RI)

 

Persetujuan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) merupakan dasar bagi hubungan Indonesia-Australia, terutama dalam peningkatan perdagangan, ekonomi dan investasi. Melalui perjanjian tersebut, ekspor barang Australia ke Indonesia akan mendapatkan bebas bea masuk dari sebesar 56% menjadi 92%, dari seluruh jenis komoditi barang yang diekspor Australia ke Indonesia, sedangkan 5% lainnya akan mendapatkan tarif bea masuk tidak lebih dari 5%. Bagi Indonesia, 99% ekspornya ke Australia akan menikmati bebas bea masuk, dan akan menjadi 100% bebas bea masuk pada saat  perjanjian  secara  penuh diimplementasikan.  AANZFTA ini mencakup barang, jasa, investasi dan kekayaan intelektual. (Kementrian luar negeri Indonesia, Perdagangan Indonesia-Australia, Tabloid diplomasi, edisi maret 2012).

Indonesia dan Australia memasuki tahap penting dalam peningkatan ekonomi kedua negara dengan dimulainya perundingan putaran pertama dalam kerangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement / CEPA) yang dilaksanakan pada tanggl 26 – 27 September 2012 di Jakarta.

Indonesia adalah negara berkembang yang tidak dapat hidup sendiri, Indonesia membutuhkan kerjasama dan bantuan dari negara lain untuk mendukung dan melancarkan tujuan negaranya yaitu, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia. Maka dari itu, Indonesia melakukan interaksi sosial dengan negara lain berupa kerjasama.

Kerjasama internasional adalah kerjasama yang dilakukan antar negara yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan rakyat dan kepentingan yang lain dengan berpedoman pada politik luar negeri masing-masing. Kerjasama tersebut dapat meliputi semua bidang, yaitu diantaranya adalah bidang politik, sosial, kebudayaan, pertahanan keamanan, teknologi, serta ekonomi.

Kerjasama internasional memiliki berbagai bentuk, yang pertama adalah kerjasama bilateral, kerjasama bilateral adalah kerjasama antar dua negara karena saling mendapatkan keuntungan atau memiliki hubungan yang baik. Yang kedua adalah kerjasama regional, kerjasama regional merupakan kerjasama antar beberapa negara dalam satu kawasan atau wilayah karena adanya satu kepentingan bersama dalam bidang politik, ekonomi, dan pertahanan. Dan yang ketiga adalah kerjasama multilateral, kerjasama multilateral adalah kerjasama yang dilakukan oleh lebih dari dua negara tanpa batas kawasan atau wilayah, kerjasama ini dapat kerjasama antar satu kawasan atau beda kawasan, anggotanya terdiri dari dua jenis anggota, yaitu anggota utama dan anggota aktif.

Salah satu contoh kerjasama internasional dalam bentuk bilateral adalah kerjasama internasional antara Indonesia dan Australia. Indonesia dan Australia berkerjasama dalam bidang politik, keamanan, pembangunan, dan ekonomi. Dengan terbentuknya Free Trade Agreement (FTA) antara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dengan Australia dan New Zealand membuat hubungan antara Indonesia dan Australia semakin erat dan meningkat.

Sejak tahun 1990, Indonesia dan Australia telah melakukan kerjasama ekonomi dalam bidang ekspor-impor daging sapi. Dan sejak tahun 1995, Indonesia menjadi negara tujuan ekspor yang paling penting bagi Australia karena merupakan negara pengimpor sapi hidup Australia. Selama 2008, sebanyak 651.196 ekor sapi atau sama dengan 75 persen dari 869.545 ekor ekspor sapi hidup Australia yang dijual ke pasar dunia telah di ekspor ke Indonesia.

Kerjasama ini dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka untuk mempertahankan penyediaan daging sapi yang dari tahun ketahum mengalami peningkatan diakibatkan kurangnya pasokan daging nasional. Kurangnya pasokan daging nasional dikarenakan jumlah pasokan daging sapi yang ada di Indonesia tidak dapat memenuhi jumlah permintaan daging sapi masyarakat Indonesia. Disini seharusnya pemerintah juga memperhatikan pasokan dari daging nasional dan harus dapat meningkatkan pasokan daging nasional, agar negara Indonesia juga dapat mengekspor daging sapi, tidak hanya mengimpor saja.

Impor daging terus meningkat setiap tahunnya sesuai dengan kebutuhan aka protein hewani dan juga sesuai dengan permintaan konsumen. Indonesia juga mengimpor sapi hidup untuk diternakan di Indonesia, jadi yang di impor tidak hanya daging sapi. Kerjasama antara Indonesia dan Australia dalam bidang pertanian dilakukann dalam beberapa forum kerjasama, salah satunya adalah Working Group on Agriculture, Food and Forestry Cooperation (WGAFCC), Australia-Indonesia Collaborative Animal and Plant Health and Quarantine Activities (AICPHQ), Indonesia-Australia Ministerial Forum, dan Australia Indonesia Development Area (AIDA).

Kerjasama antara Indonesia dan Australia terkait impor daging sapi mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah dengan mengimpor daging dari Australia, dapat memenuhi kebutuhan daging sapi di Indonesia dan permintaan konsumen dan juga mempererat hubungan antara Indonesia dan Australia. Namun sisi negatifnya adalah bahwa keuntungan yang didapat oleh para importir daging dan pendagang mengalami penurunan karena harga daging sapi impor yang mahal, sisi negatif lainnya adalah mengakibatkan ketidakmandirian peternak lokal, peternak lokal akan menjadi bergantung kepada daging impor dan tidak berusaha dengan maksimal untuk memproduksi daging lokal yang berkualitas tinggi. Jika pemerintah tetap mensuplai daging impor secara terus menerus, hal ini dapat membuat peternak lokal menjadi malas dan tidak berkembang, peternak lokal akan berkembang apabila didesak pemerintah untuk mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya untuk menghasilkan daging sapi yang berkualitas dengan kuantitas yang tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan permintaan konsumen dengan menghentikan impor daging.

 

  1. Kerjasama Import Daging Sapi Indonesia-Australia

Indonesia dengan Australia memiliki perjanjian kerjasama dalam bidang dagang. Kerjasama ini disebut Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA). IA-CEPA mencakup kerangka kerja untuk perdagangan dan yang terkait investasi melalui program kerja yang didanai bersama. Program kerja bersama ini akan mendukung kegiatan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas di berbagai bidang terkait perdagangan untuk memperkuat hubungan komersial dan membantu menstimulir investasi dua arah. Kehadiran Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) sejatinya menguntungkan bagi perekonomian kedua negara, termasuk untuk industri pengolahan daging). Impor daging sapi juga termaksud dalam IA- CEPA ini. Jokowi berharap dengan adanya kerjasama ini dapat meningkatkan keterbukaan kerjasama dari perdagangan hingga pariwisata.

Sejauh ini impor daging sapi dari Australia masih dilakukan untuk memenuhi permintaan daging sapi dalam negeri Indonesia. Terkait hal tersebut maka pemerintah Indonesia perlu menetapkan kebijakan yang sesuai mengenai pembatasan kuota karena adanya perbedaan kebutuhan daging sapi impor tiap tahun. Pada tahun 2010, Kementrian Pertanian Indonesia telah menetapkan kebijakan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian nomor: 19/permentan/ot/.140/2/2010 tentang Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi (PSDS). (Jahi. 2014;12-43).

Dari data yang ada perdagangan Indonesia dan Australia semakin melebar. Tercatat pada 2019 sebesar US$ 3,2 miliar, naik 5,5 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 3 miliar. Hal ini dikarenakan nilai impor lebih besar daripada ekspor. Impor dari Australia sebesar US$ 5,5 miliar, sedangkan ekspor hanya sebesar US$ 2,3 miliar. Sampai saat ini Indonesia belum mandiri dalam penyediaan kebutuhan daging sapi nasional. Hal ini dikarenakan Indonesia baru mampu memproduksi 70 persen dari kebutuhan daging sapi nasional dimana 30 persen kebutuhan lainnya dipenuhi melalui impor. Berdasarkan data Pusdatin  tahun 2012 Australia merupakan sumber dari 90,06 persen impor sapi hidup dan 46,70 persen impor daging sapi dan jeroan. Selandia Baru merupakan sumber impor 32,52 persen daging sapi dan jeroan.  Indonesia menjadikan Australia sebagai sumber impor ternak sapi dan daging sapi yang jumlahnya cukup besar. (Pusat Data dan Informasi)

Besarnya impor ini dipengaruhi oleh terjadinya peningkatan kesejahteraan dan pertambahan penduduk. Selain itu, dipengaruhi oleh meningkatnya kepedulian penduduk akan pentingnya kebutuhan protein hewani. Tingkat kebutuhan daging sapi masyarakat Indonesia terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita. Berdasarkan data BPS menunjukkan bahwa pertambahan jumlah penduduk, pendapatan perkapita berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat terhadap daging sapi. Sedangkan ketersediaan daging sapi masih sangat minim, sehingga sering terjadi gejolak harga daging sapi di pasaran yang tidak kondusif.  Alasan memilih impor sapi dari Australia dikarenakan kualitas daging sapi Australia memiliki kualitas yang tinggi, mengingat Australia memiliki padang rumput yang begitru luas dan proses perawatan sapi yang maksimal dan terlindungi dari segala penyakit. Sistem jaminan produksi yang telah diaudit memastikan kualitas dari sapi bebas penyakit.

Dari data yang ada Australia  merupakan  pemasok impor daging sapi terbesar bagi Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor daging sapi dari Negeri Kanguru mencapai 85 juta kg atau  85 ribu ton atau sekitar 53 persen dari total impor seberat 160.197.000 kg atau 160,197 ton. Impor daging sapi Indonesia terbesar kedua dari India, yakni mencapai 45 juta kg atau 45 ribu ton dengan nilai US$ 166 juta atau setara dengan Rp. 2,3 triliun. Sementara terbesar ketiga berasal dari Amerika Serikat dengan berat 14 juta kg atau 14 ribu ton senilai US$ 55,98 juta atau setara dengan 783,720 miliar rupiah.

Dari data yang ada penurunan volume impor daging sapi Australia ke Indonesia pernah terjadi namun tidak bertahan dengan lama, dimana penurunan volume impor sapi hanya sebentar saja karena pada tahun berikutnya kembali lagi mengalami kenaikan. Dari data yang ada volume dan nilai impor daging sapi Indonesia mengalami kenaikan pada 2021, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Bahkan, angkanya mencapai yang tertinggi selama lima tahun terakhir. Data menunjukan bahwa volume impor daging sapi sebesar 273,53 ribu ton pada tahun 2020. Jumlah itu naik 22,4% dibandingkan tahun 2019. Nilai impor daging sapi pun naik menjadi US$ 948,37 juta atau sekitar Rp 13,64 triliun pada 2021 (kurs 1US$ = Rp 14.388). Jumlah ini naik 35,83% dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 698,18 juta.

Data juga menunjukan bahwa Australia masih menjadi negara pengimpor daging sapi terbanyak ke Indonesia pada 2021 yakni sebanyak 122,86 ribu ton. Nilai impornya tercatat sebesar US$ 389,04 juta. Dapat disimpulkan volume dan nilai impor daging sapi di tanah air cenderung meningkat selama lima tahun terakhir. Volume dan nilai impor daging sapi terbanyak adalah pada tahun 2021, sedangkan yang terendah pada 2017. (Badan Pusat Statistik 2022).

 

  1. Prospek Import Daging Sapi Australia Ke Indonesia

Secara fisik impor merupakan pembelian dan pemasukan barang dari luar negeri ke dalam suatu perekonomian. Impor juga bisa dikatakan sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah pabeanan Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Impor suatu negara ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya daya saing negara tersebut dan kurs valuta asing. Namun penentu impor yang utama adalah pendapatan masyarakat suatu negara. Semakin tinggi pendapatan masyarakat semakin tinggi impor yang akan mereka lakukan. Berdasarkan pertimbangan, fungsi impor dinyatakan dalam persamaan (Sukirno, 2004).

Pandemi Covid-19 yang mempengaruhi daya beli masyarakat turut berdampak pada perdagangan daging sapi antara Indonesia dan Australia. Indonesia-Australia Red Meat & Cattle Partnership melaporkan ekspor sapi bakalan Australia ke Indonesia turun 15 persen selama Januari—Juni 2020 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019. Meski demikian, volume ekspor daging sapi dalam kemasan kotak ke Indonesia selama Januari-Juni 2020 cenderung tak banyak berubah dibandingkan dengan tahun lalu, yakni dari 27.988 ton menjadi 27.997 ton.

Volume ekspor yang terjaga banyak dipengaruhi oleh larangan pembatalan kontrak yang telah terjalin sejak 2019 meski industri katering dan restoran mengalami penurunan permintaan. "Sejumlah importir Indonesia harus membekukan dagingnya dan menunda penjualan. Meski demikian, permintaan lokal banyak didorong oleh penjualan di supermarket dan adanya pembatalan rencana impor daging sapi Australia akibat lockdown di negara tersebut. Penjualan daging sapi Indonesia juga telah bergeser dari pasar tradisional ke pasar swalayan besar. Pembelian daging sapi daring tercatat meningkat lebih dari 300 persen.

Meski terdapat kontraksi dalam perdagangan sapi dari Australia ke Indonesia, Indonesia-Australia Red Meat & Cattle Partnership melihat adanya peluang peningkatan hubungan bilateral kedua negara, terutama dengan kehadiran Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) yang mulai aktif pada Juli 2020 dan mengeliminasi berbagai tarif dan persyaratan kuota.

Volume dan nilai impor daging sapi Indonesia mengalami kenaikan pada 2021, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Bahkan, angkanya mencapai yang tertinggi selama lima tahun terakhir. Volume impor daging sapi tersebut sebesar 273,53 ribu ton pada tahun lalu. Jumlah itu naik 22,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2020, impor daging sapi sebesar 223,42 ribu ton. Nilai impor daging sapi pun naik menjadi US$ 948,37 juta atau sekitar Rp 13,64 triliun pada 2021 (kurs 1US$ = Rp 14.388). Jumlah ini naik 35,83% dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 698,18 juta.

Australia masih menjadi negara pengimpor daging sapi terbanyak ke Indonesia pada 2021 yakni sebanyak 122,86 ribu ton. Nilai impornya tercatat sebesar US$ 389,04 juta. Sepanjang Maret 2022 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia telah melakukan impor sebanyak 22.816,8 ton daging jenis lembu atau senilai US$ 73,93 juta.

Secara rinci, realisasi impor daging jenis lembu pada Maret naik 198,06% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yang volume impornya hanya mencapai 7.667,2 ton atau setara dengan US$ 24,81 juta. Adapun daging jenis lembu yang diimpor pada Maret 2022 banyak diimpor dari India dengan volume 16.464 ton, Australia 4.627 ton, Amerika Serikat 889,65 ton, Selandia Baru 734 ton, Spanyol 99,4 ton, dan negara lainnya 2,7 ton. Sebagai gambaran, Kementerian Pertanian mengumumkan, kebutuhan impor daging sapi/kerbau pada tahun 2022 sebesar 266.065 ton atau turun 6,4% dibandingkan dengan realisasi impor daging kerbau/sapi pada 2021 yang sebesar 284.277 ton. Impor tahun ini termasuk untuk cadangan stok sebesar 58.866 ton.

Harga rata-rata nasional daging sapi di tingkat konsumen cenderung fluktuatif. Pada pekan ke-1 Januari 2022, harga rata-rata daging sapi nasional tercatat Rp 118.900/kg. Beberapa bulan kemudian, mengutip catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), pada 7 Maret 2022 rata-rata harga daging di pasaran nasional saat ini tertinggi berkisar Rp 140.000/kg. Untuk itu dapat dikatakan bahwa prospektif import daging sapi dari Australia untuk jangka pendek dan panjang akan terus dilakukan.

 

  1. Kendala Import Daging Sapi Australia Ke Indonesia

Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Peternakan dan Perikanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Pujo Setio, mengatakan pemerintah berupaya memulihkan pasokan daging sapi pada 2021. Namun, pasokan daging sapi pada tahun ini dinilai belum bisa optimal seperti tahun-tahun sebelumnya.

Kendala supply demand daging sapi pada 2020 sangat terasa dan kita coba pulihkan pada 2021. Yang jelas terjadi pelemahan baik dari sisi pendapatan, daya beli. Impor daging sapi pada 2020 tidak sepenuhnya berhasil disebabkan banyak negara menerapkan kebijakan lockdown. Penyebab lain kenaikan harga daging sapi maupun sapi bakalan di negara asal, serta keterbatasan kapal atau kontainer pengangkut menyebabkan terganggunya suplai daging sapi ke Indonesia. Kendati sudah memasuki 2021, Pujo menilai pasokan daging sapi belum bisa sebaik tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2021 juga masih terasa beberapa kontainer belum bisa. Kemudian harga juga terus merambat naik, sehingga menyebabkan pasokan daging untuk wilayah Indonesia pada 2021 mungkin tidak terlalu sebaik tahun-tahun sebelumnya. Kendati demikian, katanya, pemerintah terus berupaya memenuhi kebutuhan daging sapi dengan sejumlah kebijakan yang telah dibuat. Salah satunya dengan pengembangan usaha peternakan terintegrasi, program 1000 Desa Sapi dan program Sapi Kerbau Komoditas Andalan (Sikomandan), serta program Bank Pakan. upaya meningkatkan populasi ternak sapi dalam negeri. Setidaknya tiga program ini akan kita kerja, sehingga tahun 2021 ini akan terlihat hasilnya.

Selain itu, pemerintah juga akan tetap melanjutkan impor sapi bakalan yang dinilai memberikan nilai tambah ketimbang hanya melakukan impor daging sapi. Pasalnya, sapi bakalan yang datang ke Indonesia akan digemukkan oleh para peternak lokal. Mengenai sapi bakalan, kata Pujo, sebenarnya telah ada kemudahan sejak berlakunya PP Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Berdasarkan peraturan tersebut, penggemukan sapi membutuhkan waktu lebih singkat atau paling cepat 2,5 bulan sejak selesai dilakukan tindakan karantina hewan yang dibuktikan dengan sertifikat pelepasan. Kemitraan Indonesia dan Australia dalam industri daging merah, terutama sapi, masih menghadapi tekanan pada tahun kedua pandemi.

Co-Chair The Indonesia-Australia Partnership on Food Security in the Red Meat and Cattle Sector (Partnership) Indonesia Riyatno mengatakan usaha penggemukan sapi dan rumah potong hewan (RPH) kedua negara tertekan akibat terbatasnya pasokan di tengah harga yang masih tinggi. PPKM yang diberlakukan di seluruh Indonesia sebagai upaya mengendalikan pandemi Covid-19 varian Delta secara signifikan melemahkan daya beli konsumen dan permintaan daging sapi.  Dalam laporan tengah tahun Joint State of the Industry (JSOI) 2021 yang dirilis Kemitraan, ekspor sapi bakalan Australia ke Indonesia hanya mencapai 229.500 ekor sepanjang semester I/2021. Jumlah ini turun 11% dibandingkan dengan periode yang sama setahun sebelumnya.

Ekspor total sapi bakalan Australia diperkirakan melanjutkan penurunan pada tahun ini, yakni sekitar 9% dibandingkan dengan 2020 dan 36% dibandingkan dengan 2019. Turunnya impor ini tak lepas dari pemulihan populasi sapi Australia yang masih berlanjut dan diikuti dengan harga yang relatif masih tinggi. Laporan JSOI menunjukkan harga sapi hidup yang dikirim dari Darwin mencapai level tertinggi AU$4,30 per kilogram. Harga yang tinggi membuat pelaku usaha penggemukan harus berjuang mempertahankan profitabilitas.

Sebagian besar usaha feedlot beroperasi pada kapasitas sekitar 30% dan mengalami tekanan keuangan. Sementara lainnya mempertahankan kapasitas sebesar 60% atau lebih tinggi dan melaporkan tingkat profitabilitas yang sedang dengan cara melakukan efisiensi operasional serta dengan melakukan jual beli ternak secara cermat. Co-Chair Partnership Australia Chris Tinning memperkirakan harga sapi akan mulai membaik pada paruh kedua 2022.

Curah hujan yang baik di Australia tahun ini membantu produsen Australia untuk meningkatkan kembali populasi sapi dan mempertahankan  stok sapi mereka. Harga ekspor sapi hidup yang tinggi saat ini seharusnya bisa turun pada paruh kedua tahun 2022, dan bisa meredakan tekanan keuangan yang dialami usaha feedlot dan RPH di Australia dan Indonesia.

Di sisi lain, usaha penggemukan sapi (feedlot) hanya bisa bertahan dan beroperasi dengan kapasitas terbatas, menyusul harga sapi bakalan impor Australia yang diprediksi baru akan turun pada paruh kedua 2022.

Menurut Ketua Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong (Gapuspindo) Didiek Purwanto, anggotanya ada sekitar 39, dan yang masih beroperasi barangkali hanya 30 usaha, dan itu dengan kapasitas 50 sampai 60 persen. Penyebabnya adalah harga tinggi sapi bakalan Australia selama setahun terakhir mempersulit kelanjutan bisnis anggotanya. Biaya produksi yang tinggi tidak diikuti dengan serapan optimal konsumen selama pandemi. Sebagai destinasi utama ekspor sapi bakalan Australia, pemerintah Australia seharusnya bisa mengambil langkah intervensi agar peternak di sana tetap bisa melakukan pengiriman.

Data menunjukkan bahwa ekspor sapi bakalan selama semester I/2021 turun 11% dibandingkan dengan semester I/2020. Indonesia perlu dilihat sebagai mitra, pemerintah di sana perlu mengambil langkah intervensi dan mengajak peternaknya mengamankan pasar,

Menurut ketua Gapuspindo, Indonesia perlu segera merealisasikan importasi sapi bakalan dari negara alternatif sebagaimana mulai dilakukan oleh Vietnam dan China. Namun, ada catatan agar impor dari negara alternatif seperti Brasil atau Meksiko tetap mengedepankan aspek keamanan. Industri sapi Australia yang menghadapi masalah populasi dan harga tinggi mengakibatkan produsen lain mengambil peluang.

Amerika Serikat tercatat memanfaatkan situasi Australia dengan memasok daging sapi dalam jumlah besar ke pasar China. Brasil dan Argentina juga tercatat memecah rekor ekspor ke China pada 2020. Selain itu, Brasil diperkirakan akan mengekspor sapi bakalan hidup ke Asia Tenggara yang diawali dengan pengiriman ke Vietnam pada Agustus atau September 2021. Brasil memang belum bebas penyakit kuku dan mulut, tetapi ada negara bagian yang sudah dinyatakan bebas tanpa vaksinasi. Selain itu populasi sapi mereka besar, sekitar 250 juta.

 

 

 

 

PENUTUP

System Country Based yang diterapkan di Indonesia dalam hal impor daging sapi sesuai dengan UU No.18 2009 menjadi landasan bagi Indonesia untuk menentukan negara asal impor sapi maupun daging sapi. Sebab, berdasarkan system tersebut, negara asal yang dipilih oleh Indonesia harus dinyatakan bebas PMK sementara negara yang dinyatakan bebas PMK oleh OIE masih terbatas. Salah satu negara yang dinyatakan bebas PMK adalah Australia. inilah salah satu penyebab mengapa Australia menjadi negara asal impor sapi dengan volume yang besar di Indonesia. pertama, karena Indonesia menganut Country Based dan yang kedua, karena posisi geografis yang sangat dekat.

Berdasarkan data yang ada hingga tahun 2022 dan system yang diterapkan Indonesia dalam bidang impor daging sapi, maka ke depannya peluang kerjasama perdagangan  dalam hal ini Ekspor Impor daging sapi Australia dan Indonesia masih terbuka lebar. Meskipun dalam bentuk daging, saat ini Australia bukan lagi satu-satunya negara pengkspor ke Indonesia namun dari data yang didapatkan Australia masih menjadi urutan pertama sebagai negara asal impor daging Indonesia. Begitupun dalam bentuk sapi Bakalan maupun sapi bibit, Australia hingga saat ini masih menjadi negara satu-satunya asal impor sapi di Indonesia. selain karena bebas PMK juga  karena factor geografis yang sangat dekat dengan Indonesia.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Anonim. 1997. Geografi Australia. Lembaga Penerbit Indonesia: Jakarta

Anonim. 2009. Absolute And Comparative Advantage, International Encyclopedia Of The Social Sciences 2nd Edition.

Chalib Thalib dan Yudi Guntara Noor, Penyediaan Daging Sapi Nasional Dalam Ketahanan Pangan Indoesia, Bogor,Pusat Penelitian dan Pengembangan Petenakan, 2021, hal. 45)

Cipto, Bambang. 2010. Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Hady, Hamdy. 2004. Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Huala, Adolf. 2011. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Hutabarat. 1989. Transaksi Ekspor Impor. Jakarta : Erlangga. Edisi Kedua.

Mas’oed, Mohtar. 1994. Ekonomi-Politik Internasional dan Pembangunan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Purba, Radiks. 1983. Pengetahuan Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Pustaka Dian.

Purnamawati, Astuti. 2013. Dasar-Dasar Ekspor Impor. Upp Stim Ykpn : Yogyakarta.

Setiawan, Roselyne, Heri. Lestari, Sari. 2011. Perdagangan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Nusantara.

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatig, dan R&D, penerbit Alfabeta,Bandung

 

Dokumen:

  • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan kesehatan Hewan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan
  • Kementerian Perdagangan RI. 2011. Pemutakhiran Perkembangan Komoditi Pangan Pokok Daging Sapi Semester II Tahun 2011. Kementerian Perdagangan RI: Jakarta
  • Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2012. Pemutakhiran Perkembangan Komoditi Pangan Pokok Daging Sapi Semester II Tahun . Kementerian Perdagangan : Jakarta
  • Kementerian Pertanian RI. 2012. Kinerja Hubungan Kerjasama dengan Luar Negeri Tahun 2012, Kementerian Pertanian RI: Jakarta
  • Kemnterian Pertanian RI. 2013. Kinerja Hubungan Kerjasama dengan Luar Negeri Bidang peternakan Tahun 2012, , Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Kementerian PertanianRI: Jakarta
  • Kementerian Pertanian RI. 2012. Blue Print Program Swasembada Daging. Kementan RI: Jakarta

 

Jurnal:

Bakti, Ikrar Nusa. 2008. Indonesia-Australia: Peluang dan Tantangan, Jurnal Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Indonesia. Vol. 25 No.1

Schumacher, Reinhard. 2012. Adam Smith’s Theory of Absolute advantage and the Use of Doxography in the History of Economics, Erasmus Journal for Philosophy and Economics,Vol. 8

Thayeb, T.M. Hamzah. 208 Hubungan Indonesia-Australia Pasca Kemenangan Partai Buruh, Jurnal Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Vol. 25 No. 1

 

Buletin:

Kementerian Perdagangan Indonesia. 2012. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Bilateral Indonesia – Australia Dalam Kerangka Economic Partnership, Buletin Kerjasama Perdagangan Internasional, Edisi 3

Kementerian luar negeri Indonesia. 2012. Perdagangan Indonesia-Australia, Tabloid diplomasi Kementerian Luar Negeri RI, edisi maret

 

Artikel:

Priyanti , Atien, IGAP Mahendri, dan Uka Kusnadi. 2011. Dinamika Produksi Daging Sapi di Wilayah Sentra Usaha Sapi Potong Indonesia. Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Saptana, Sumaryanto dan Supena Friyatno. 2012. analisis keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas kentang dan kubis di wonosobo jawa tengah, Bogor, PusatPenelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Thalib ,Chalib dan Yudi Guntara Noor. 2008. Penyediaan Daging Sapi Nasional Dalam Ketahanan Pangan Indoesia, Bogor,Pusat Penelitian dan Pengembangan Petenakan

 

Skripsi:

Septya, Fatma. 2013. Kerjasama Ekonomi Indonesia-Brazil. Makassar, jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin

 

Internet: