PUSAT SENI & BUDAYA MINAHASA DI TOMOHON. Semiotika dalam Arsitektur

Authors

  • Hizkia D. D. Tumiwa
  • Julianus A. R. Sondakh
  • Cynthia E. V. Wuisang

DOI:

https://doi.org/10.35793/daseng.v8i2.26202

Abstract

Kebangkitan kebudayaan di Sulawesi Utara dalam 20 tahun terakhir sangat pesat terlebih khusus dalam suku Minahasa. Hal ini terlihat diberbagai kegiatan seni dan budaya yang sangat masif yang dilakukan diseluruh wilayah suku Minahasa. Kebangkitan kebudayaan di suku Minahasa ini merangsang munculnya kelompok – kelompok serta sanggar – sanggar seni yang berlatar belakang budaya diberbagai daerah di suku Minahasa. Perancangan pusat seni dan budaya Minahasa merupakan sebuah respon dari fenomena kebangkitan kebudayaan yang terjadi di Sulawesi Utara terlebih khusus suku Minahasa.

Arsitektur merupakan sebuah benda mati namun memiliki jiwa yang terpancar dari citra. Citra menunjukan pada sebuah gambaran sehingga meninggalkan suatu kesan penghayatan arti bagi seseorang. Sudah sewajarnya kita berarsitektur dengan hati nurani dan tanggung jawab penggunaan bahasa arsitektur yang baik[1].

Pendekatan dengan semiotika dalam perancangan pusat seni dan budaya Minahasa merupakan metode yang sesuai dengan perancangan ini. Dimana semiotika merupakan pendekatan yang menafsirkan bangunan dalam sebuah tanda untuk menyampaikan informasi hingga bangunan tersebut memiliki makna. Metode pendekatan dengan semiotika sesuai dengan maksud dari perancangan pusat seni dan budaya Minahasa yaitu menyampaikan sebuah makna kebudayaan Minahasa yang dihadirkan lewat bentuk, ruang, serta tata atur yang ada dalam perancangan ini.

 

Kata kunci : Semiotika, seni, kebudayaan, Minahasa


[1]  Wastu Citra, 2013 : hal.20

Downloads

Published

2019-10-30