DASENG
Matahari mulai terbit, suasana di pinggir pantai masih sepi. Dari kejauhan muncul perahu nelayan mendekati pantai. Sebelum perahu tiba, beberapa masyarakat muncul dan duduk di Daseng. Salah satu di antara mereka adalah keluarga nelayan yang menunggu perahu tiba. Perahu tiba di pantai suasana kemudian mulai terlihat aktivitasnya. Nelayan yang tiba, keluarga yang menjemput serta masyarakat lain yang ingin membeli ikan. Peralatan dari perahu diangkat kemudian diletakkan di Daseng sebagian dibawa pulang ke rumah. Masyarakat yang membeli ikan langsung melakukan transaksi pembelian ikan di luar Daseng. Inilah gambaran sebagian kegiatan nelayan dan masyarakat di Daseng sesudah dari ‘lao’. Begitu pun kegiatan sebelum ‘ka lao’, nelayan mampir di Daseng untuk mempersiapkan peralatan.
Aktivitas yang terjadi di Daseng tersebut menggambarkan masyarakat memaknainya sebagai ‘ruang persinggahan’ sebelum dan sesudah dari laut. Dalam bahasa Arsitektur menyebutnya sebagai ‘Ruang Transisional’ sebagai penghubung antara darat dan laut. Sebagai ruang transisional, Daseng menjadi penting bagi kehidupan ekonomi, tapi jika diamati lebih jauh ternyata Daseng juga berfungsi edukasi karena menjadi tempat bagi nelayan untuk ‘bacarita’ tentang pengalaman melaut. Dalam bahasa ilmiah menyebutnya sebagai ‘transfer of knowledge’ antar nelayan. Dalam keseharian selain nelayan, masyarakat juga bisa beraktivitas ditempat tersebut. Artinya bahwa Daseng juga berfungsi sosial sebagai ‘tampa baku dapa’ antara nelayan dan masyarakat lain. Inilah yang kemudian Daseng menjadi penting bagi masyarakat, yang secara teori menjadi sebagai penanda bagi eksistensi nelayan. Bukti lain tentang pentingnya Daseng bagi nelayan yaitu bahwa meski terjadi perubahan fisik ruang di Kawasan Reklamasi Pantai Kota Manado, tapi Daseng tetap hadir di sepanjang Pantai Kota Manado.
Deskripsi oleh: Judy O. Waani
Ide Judul oleh : Octavianus A. H. Rogi