WEWENANG PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) OLEH PENUNTUT UMUM MENURUT PASAL 142 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981

Authors

  • Ignasius A. Tiolong

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana syarat untuk dilakukannya pemecahan perkara (splitsing) oleh Penuntut Umum dan bagaimanakah pemecahan perkara (splitsing) oleh Penuntut Umum dilihat dari aspek perlindungan Hak Asasi Manusia tersangka. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Syarat untuk dilakukannya pemecahan perkara (splitsing) oleh Penuntut Umum berdasarkan Pasal 142 KUHAP, yaitu: (1) Penuntut Umum menerima 1 (satu) berkas perkara; (2) Satu berkas itu memuat beberapa tindak pidana; (3) Beberapa tindak pidana itu dilakukan oleh beberapa orang tersangka; (4) Yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141 tentang penggabungan perkara.  Suatu pemecahan perkara yang mengakibatkan tersangka pada perkara yang satu menjadi saksi dalam perkara yang lain, bukan pemecahan perkara dalam arti Pasal 142 KUHAP, karena pemecahan perkara ini tidak dapat dilakukan oleh Penuntut Umum sendiri melainkan harus dilakukan melalui prapenuntutan yaitu dikembalikan kepada penyidik. 2. Ditinjau dari sudut perlindungan Hak Asasi Manusia tersangka/terdakwa, terdapat dua asas yang tidak membenarkan dilakukannya pemecahan perkara (splitsing), yaitu: a. asas dalam Pasal 166 KUHP, yaitu orang tidak dapat diwajibkan memberatkan dirinya sendiri, khususnya untuk melakukan perbuatan yang yang mungkin mendatangkan bahaya penuntutan pidana bagi dirinya sendiri; dan b. Pasal 14 ayat (3) huruf (g) The International Covenant on Civil and Political Rights, yang menentukan bahwa seseorang yang dituntut pidana setidak-tidaknya (minimum) berhak sepenuhnya atas jaminan untuk tidak dipaksa bersaksi melawan diri sendiri atau untuk mengaku bersalah.  Tetapi praktik sekarang, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 2437 K/Pid.Sus/2011 dan Surat Edaran Kejaksaan Agung Republik Indonesia No. B-69/E/02/1997, membolehkan sesama tersangka menjadi saksi yang memberatkan bagi tersangka lain sebagai saksi mahkota.

Kata kunci: Wewenang Pemecahan Perkara (Splitsing), Penuntut Umum

Author Biography

Ignasius A. Tiolong

e journal fakultas hukum unsrat

Downloads

Published

2018-09-04

Issue

Section

Articles